Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Apakah Kita Benar-Benar Sendirian

  Aku duduk di alun-alun Banjarnegara setelah pulang kerja. Sendirian. Apakah aku benar-benar sendirian? Langit kelabu di atas kepalaku. Menara masjid menjulang di kejauhan. Seperangkat gamelan ditata di belakangku. Mungkin nanti malam akan ada konser gamelan, atau mungkin latihan. Tiang bendera dan talinya. Lantai alun-alun dengan motif kotak-kotak yang melingkar. Rumput yang basah dan pepohonan dengan dedaunan hijau tua, juga dikejauhan. Seorang wanita muda duduk menanti temannya. Aku berjalan ke arahnya saat dia menolehkan wajahnya ke arahku meski bukan bermaksud melihatku tentu saja. Aku duduk di dekatnya. Kuletakkan tas punggungku yang berat yang berisi pekerjaan-pekerjaan yang juga berat, yang untungnya bisa kunikmati. Tubuhku begitu dingin hingga aku memakaikan tudung jaket ke kepalaku. Kakiku juga sama dinginnya hingga ia bersembunyi di balik tas punggungku. Aku suka menyendiri. Tapi, apakah kita bisa benar-benar sendirian? Mungkin kita tak akan pernah benar-benar bisa send...

Menjadi Masa Bodoh dan Tetap Bahagia

  Aku duduk di emperan toko swalayan sambil mengetik di smartphone-ku. Sesekali aku memandang ke arah perempatan jalan tempat hilir mudik kendaraan yang sedang menembus hujan. Anak-anak SMA memakai seragam pramuka berteduh di sini, menunggu jemputan. Sesekali mereka tertawa-tawa. Aku memandang hujan yang menetes deras di permukaan aspal, sebagian membentuk genangan air di sana-sini, sebagian memercik ke wajahku. Di genangan itu, melintas bayangan orang-orang yang hendak pulang atau menuju ke suatu tempat entah di mana. Tiang listrik, pohon kersen, dan lampu lalu lintas diam seperti membeku. Hampir jam empat sore. Aku masih ingin menulis apa yang kupikirkan, tapi sepertinya aku harus pulang dulu.  Apa yang kupikirkan kala itu adalah hasil dari perjalananku menempuh pendidikan hingga lulus perguruan tinggi. Ada satu bentuk kesyukuran yang kerap merambat ke pikiran dan hatiku, yaitu rasa sukur bahwa aku mampu menikmati hal-hal kecil yang mungkin tak bisa dinikmati oleh orang lain...

Becer

Membeli persediaan barang-barang, baik untuk konsumsi keluarga atau untuk dagangan dalam bahasa Jawa di sini disebut becer. Aku sering disuruh becer sama mertuaku. Biasanya, setelah aku pulang kerja, dia kirim pesan menyuruhku mengambilnya. Biasanya, yang dibelinya adalah barang-barang untuk persediaan warung, misalnya rokok, jajanan, sampo, beras, sabun, dan sebagainya.  Kali ini aku bawa beras dan macam-macam jajanan yang dibungkus dalam satu kardus. Di sini langit tidak terlalu mendung sehingga aku tidak meminta pelayan toko membungkus sekarung berasku dengan plastik. Tapi, saat aku keluar dari toko dan mampir beli juz alpukat, gerimis turun.  Aku segera bergegas pulang sebelum gerimis menderas menjadi hujan. Sampai di Silembied, hujan mulai deras. Aku masih berani menerjang. Namun, lewat Silembied, tepatnya di tikungan dekat toko Mustamil, aku tak berani lagi menerobos hujan. Pasalnya, selain membawa beras, aku juga membawa laptop dalam tasku. Dari pada laptopku kenapa-ken...

Anjangsana Ke Ponpes

Permasalahan antara madrasah dan ponpes itu sebenarnya terjadi sudah lama. Masalahnya berkaitan dengan program madrasah, yaitu program antar siswa setelah pulang sekolah. Orang tua yang tidak sempat menjemput anaknya tinggal mengabari kami agar nanti kami yang mengantar anaknya pulang.  Hari ini aku pergi ke pondok pesantren baru di Sabrang Tengah. Ada satu permasalahan antara madrasah dengan pesantren itu yang membuat aku harus ke sana. Aku, Pak Ifin, dan Kamad naik motor melewati jalan yang rusak dengan aspal yang tinggal tersisa di tengah jalan saja.  Dalam satu hari biasanya kami harus mengantar kurang lebih 5 -  6 anak menggunakan sepeda motor. Karena menggunakan sepeda motor maka kami tak bisa mengantar mereka sekaligus dan mereka harus sabar mengantri. Setelah ada siswa kami yang mondok di ponpes, jumlah siswa yang harus kami antar bertambah tiga kali lipat.  Siswa yang mondok cukup banyak dan mereka tak dijemput oleh pihak ponpes. Padahal siswa dari sekolah l...

Kaca Mata

Aroma tak membutuhkan mata. Dalam hidupnya yang singkat mereka menjerat ibu yang tak punya pertahanan. Kaca mataku mengikutinya masuk ke pikiran orang-orang yang berjalan tergesa. Menuju pasar pagi. Aku duduk di samping pohon yang daun-daunnya masih sayu belum disepuh matahari. Nanti mereka akan bercinta terang-terangan saat pasar mulai sepi. Tidak seperti sepasang kekasih yang tadi malam berbagi kenikmatan dalam gubuk beratap seng yang doyong di trotoar jalan. Dalam malam yang begitu dingin mereka begitu panas. Hanya tubuh mereka yang belum dicengkeram kuku-kuku kekuasaan. Jadi, mengapa tak dimanfaatkan sebaik-baiknya?

Ke Rumah Sakit

Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin sehat. Istriku pun demikian. Kami berangkat pukul 6.30 agar antrian belum terlalu panjang. Selama hidupku, baru sekali aku berobat ke rumah sakit. Kalau mengantar teman atau saudara sudah sering. Ternyata istriku sama saja, ini kali pertama dia berobat ke rumah sakit.  Sebenarnya aku tak suka berobat ke rumah sakit. Antriannya panjang dan harus menunggu lama. Siapa, sih, yang suka mengantri? Meskipun sebenarnya secara tak sadar kita juga sedang mengantri. Mengantri untuk mati. Haha Suara seorang wanita pemanggil otomatis bersahutan satu sama lain. Ting tung. Nomor antrian....... Suaranya mekanis sekali. Sesekali diselingi suara dari wanita sungguhan. Kami menunggu. Suara printer menjerit-jerit, critt ciitt crittt critt, diikuti kertas antrian yang diberikan buat pasien yang akan mengantri.  Orang-orang duduk di kursi tunggu berderet-deret. Mengobrol dengan orang di sampingnya atau diam sambil menyimak smartphonenya ...

Kembali Ke Lingkaran Kendali

  Apa yang bisa kamu lakukan, itulah yang seharusnya kamu perhatikan. Tak seharusnya kamu menaruh perhatian besar pada apa yang berada di luar kendalimu. Sistem pendidikan adalah salah satu yang berada di luar kendalimu. Maka, tak perlu gusar dan cemas akan sistem pendidikan yang tak sesuai dengan harapanmu. Masih ada banyak hal, yang berada di dalam kendalimu.  Nah, ini saatnya untuk kembali ke lingkaran kendali. Menikmati momen. Hangat matahari. Angin sepoi-sepoi, dan kecantikan istri. Mari nikmati rasa kantuk saat Jumatan; nikmati bias cahaya cemerlang yang terpantul dari dinding-dinding rumah; nikmati kabut yang sayup-sayup terlihat berbaur dengan kerlip lampu malam yang keemasan. Nikmati bebunyian yang mampir ke ruang dengarmu. Nikmati otot-otot pegal yang datang pelan-pelan saat ada yang bersandar padamu.  Kembali ke lingkaran kendali adalah kembali memasuki ketenangan; kembali memancarkan keceriaan; kembali menjadi tumpuan; kembali kepada ketangguhan. Jika hidup me...

Perjalanan

Aku menikmati rasa kagum pada pepohonan. Ini bukan hal yang aneh kukira. Orang punya kekagumannya masing-masing. Pepohonan acap jadi tempat parkir untuk kegelisahan dan keraguan. Mungkin sebab mereka tak menawarkan apa pun. Aku lebih percaya pada pohon-pohon yang akar-akarnya selalu bersetia pada tanah.   Aku membuang semua rahasiaku pada daun dan batang-batang pohon yang lantas menguburnya di dalam tanah. Kata siapa pepohonan berfotosintes dengan menyerap nutrisi dari tanah. Tidak, kawan. Pepohonan menyerap kegelisahanmu dan mengolahnya menjadi kesejukan yang kamu hirup ke dalam dadamu. Mereka menghidupi kita.  Bagaimana aku menjelaskannya padamu itu mungkin tidak penting. Tapi, aku selalu merasa tak menemukan kesalahan pada tanaman-tanaman yang tumbuh di pinggir jalan, di taman-taman, atau di mana pun. Semua tampak pas dan serasi. Bahkan ranting-ranting yang mengering yang disinggahi burung-burung kutilang atau emprit kaji.  Aku rasa, selama ini pepohonan menawarka...

Kupu-Kupu Kertas

Kupu-kupu kertas. Sebuah lagu yang masih kudengarkan hingga sekarang. Itu bukan lagu yang lahir saat aku remaja atau saat masa SMA. Bukan. Bisa dikatakan lagu ini jadul. Aku mulai sering mendengar lagu ini saat kuliah. Aku lupa awalnya kapan. Yang jelas lagu ini sering aku dengar saat kuliah. Selain lagu ini aku juga sering mendengar lagu-lagu lain Ebiet G Ade. Ada semacam kerinduan syahdu yang mengendap di dalam perasaanku yang aku sendiri tak tahu kerinduan macam apa itu. Yang kurasakan adalah sebuah kenikmatan kenangan saat dulu aku sering sendirian. Mungkin karena lagu-lagu ini sering aku dengar saat dulu aku menikmati kesepianku. Aku suka menikmati hal-hal yang sederhana seperti suara rintik hujan atau petikan gitar saat aku sendirian atau dedaunan di rantingranting pohon yang tertiup angin sebab semua itu entah mengapa membuatku tenang. Betapa melankolis. Bagiku, lagu-lagu Ebiet membangkitkan satu kesenduan tapi sekaligus hasrat untuk meromantisasi keadaan. Hasrat meromantisasi k...

Rumah

Rumah itu apa? Pertanyaan yang sepele tapi bisa menyeret siapa saja ke ranah filosofis. Untuk semua orang. Jawabannya bisa rumit, bisa juga sangat sederhana. Rumah bagimu adalah tempat untuk kembali setelah kamu berjibaku dengan berbagai hal, yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Rumah idealnya adalah tempat ternyaman di mana kamu bisa benar-benar menjadi dirimu sendiri. Memikirkan rumah membawamu pada konsep tempat atau ruang. Ini karena secara konvensional rumah memang bisa diartikan tempat tinggal. Namun, apakah kamu tidak mau memperluasnya dengan hal lain selain yang berkaitan dengan konsep ruang? Misalnya apa? Kamu tanya misalnya? Waktu, mungkin. Nah, mari diskusikan ini. Rumah dalam pengertian waktu mungkin bisa dimaknai sebagai suatu waktu saat kamu bisa menikmati momen yang terjadi saat itu. Impresi. Yang paling penting saat ini adalah bagaimana kamu mempersiapkan rumah untuk anakmu.

Kecemasan

Anakmu belum juga lahir sampai hari ini. Hari ini adalah HPL terakhir yang disampaikan dokter. Tapi, anakmu belum juga lahir. Pertanyaan yang sebenarnya adalah, apakah kamu sudah benar-benar siap menjadi seorang ayah? Apa yang sudah kamu persiapkan? Sesungguhnya seseorang tak mungkin benar-benar siap menjadi seorang ayah sebanyak apapun yang telah dia persiapkan. Menjadi seorang ayah kukira adalah sebuah proses panjang yang tak bisa disiapkan seperti kita menyiapkan bahan-bahan untuk memasak nasi goreng. Anakmu akan punya pemikirannya sendiri dan dia juga akan berproses menjadi dirinya sendiri. Dalam proses itulah kamu berperan mendampinginya. Kamu berperan membimbingnya menemukan rumahnya sendiri. Rumah adalah tempat dan waktu yang bersekutu membuatmu mampu menjadi diri sendiri, merasa nyaman dengan apa adanya dirimu. Bagaimana kamu menyediakan rumah yang seperti itu untuk anakmu? Istrimu saat ini tentu saja sangat khawatir. Sampai saat ini bayi dalam kandungannya belum juga keluar. D...

Di Halaman Rumah

Bendera yang berkibar. Matahari sore dan kemilau daun-daun yang terkena cahaya kuning. Cicit anak ayam. Tekukur di kejauhan. Hari kemarin sudah hilang. Hari ini pun akan sama juga. Sebuah anime tentang ingatan. Mungkin, kalau kau sudah tua nanti, hanya ingatan yang kau punya. Itu pun jika kau punya. Kenapa tak membuatnya saja, kenangan itu? Sapu lidi. Ingatan akan sebuah cahaya keemasan di langit sore, langit sebelum malam di salah satu sekolah di Dawuhan. Ingatan tentang kesyahduan gambaran hujan dekat lampu jalan, yang sebagian daerah pandanganmu sudah gelap. Garis-garis hujan yang seperti ribuan jarum tertata lurus itu. Sekarang. Lagu yang dinyanyikan televisi, yang tentu kalah dengan lagu yang dinyanyikan langsung oleh seseorang. Kemampuan menikmati momen yang hilang pada dirimu. Apakah kamu masih belajar? Apakah saat ini kamu masih belajar? Handuk yang tergeletak di kasur. Sarung yang tak dipakai dengan semestinya dan sajadah yang sudah tergelar namun hanya kau duduki saja. Ada ju...

Dunia Orang Lain

Kamu tak pernah tahu dunia seperti apa yang ada dalam pikiran orang lain sebelum kamu menyelaminya. Dunia dalam pikiranmu saja kadang buram dan tak mampu sepenuhnya kamu pahami. Buat apa menghakimi orang lain dengan kata-kata, “Kasihan, ya dia!” atau “Enak banget hidupnya.” Orang yang kamu pandang perlu dikasihani bisa saja memandangmu seperti kamu memandangnya, bahwa di matanya kamulah yang perlu dikasihani. Seorang yang tak punya rumah berjalan di depan toko sambil membawa kayu panjang, ember, dan kain. Mbah berkata orang itu berjalan dari satu daerah ke daerah lain dan tidur entah di mana. Dia bukan orang gila. Dia hanya tak punya rumah. Itu membuatmu merenungkan apa sebenarnya yang ada di kepalanya. Sedang memikirkan apakah orang itu? Apakah dia bahagia? Apakah dia punya tujuan? Dunia seperti apa yang ada dalam kepalanya? Apakah kamu bisa mengintip dunia di dalam kepala orang lain? Mungkin saja bisa. Meski hanya sedikit yang bisa kamu lihat, tapi itu cukup menarik. Minggu, 21 Agust...

Selalu Ingin Sempurna

Tak apa bila hidupmu tak sempurna. Tapi, kamu selalu ingin sempurna. Hidup tidak menyediakannya untukmu. Meskipun kamu mencarinya, kesempurnaan menurut versimu tidak akan pernah kamu temukan. Dunia sudah sempurna sebagaimana adanya. Perspektifmulah yang tidak sempurna yang membuat kamu menderita. Dunia akan tetap jalan dengan atau tanpa penilaianmu. Kendali diri, kendali terhadap respons yang bisa kamu berikan untuk lingkunganmu. Satu kenikmatan kecil yang masih terus bisa kamu nikmati, melihat struktur pohon yang tumbuh di atas tanah. Yang menjulang tinggi atau yang tumbuh rendah. Yang menempel di bebatuan atau yang merambat di ranting kering. Mungkin kamu seharusnya jadi ahli botani. Kamu yang selalu mencari cara untuk melakukan sesuatu dengan cepat dan mudah. Menggunakan sesedikit mungkin upaya untuk meraih hasil yang sebesar mungkin. Tapi, akhir-akhir ini kamu sering mengkhayal. Mengkhayalkan hal-hal yang jelas-jelas tak mungkin terjadi. Rasanya, itu menyenangkan. Tapi sesungguhnya...

Permasalahan di Madrasah

Ada beberapa masalah yang saat ini menerpa madrasah tempatmu bekerja. Masalah itu antara lain ada guru yang mengundurkan diri, sedikitnya siswa baru yang mendaftar, dipotongnya anggaran pendapatan pada dana BOS, kebersihan madrasah yang sulit dijaga, gosip yang membuatmu tidak nyaman, kurangnya kedisiplinan dan integritas, komunikasi yang kurang sehat dan cenderung tertutup, distribusi tugas yang tidak merata, dan krisis kepemimpinan. Bagaimana mengatasi masalah-masalah ini? Tentu bukan tugasmu memikirkannya. Tapi, tidak ada salahnya mencoba berpikir secara rasional untuk mencari solusi atas masalah-masalah itu. Sepertinya cukup asyik. Baiklah, mari kita mencoba mencari solusi untuk masalah yang pertama, yaitu adanya satu guru yang mengundurkan diri. Pengunduran ini membawa satu masalah yaitu kurangnya guru kelas di madrasah tempatmu bekerja. Saat ini, jumlah guru yang aktif di madrasahmu sebanyak 9 guru termasuk kamad. Dengan mundurnya salah satu guru, maka jumlah guru di madrasah tem...

Pernikahan

Saya menikah pada 31 Juli 2021. Sampai hari ini, kurang lebih sudah sembilan bulan saya berumah tangga. Saya ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan pernikahan saya dan menjawabnya secara jujur. Apa yang kamu rasakan terhadap pernikahanmu? Apa yang kamu pikirkan ketika melihat istrimu? Apa yang kamu takutkan dalam rumah tanggamu? Apa yang kamu harapkan dalam keluargamu? Bagaimana keadaan ekonomimu saat ini? Bagaimana penyaluran hobimu saat ini? Apa yang sudah kamu lakukan untuk pernikahanmu? Apakah kamu bahagia? Apa yang kamu inginkan? Apakah kamu memahami istrimu? Mengapa kamu mempertahankan pernikahanmu? Apa rencanamu untuk lima tahun ke depan?

Menikmati Momen Apapun Itu

Aku ingin menikmati momen saat ini: menikmati angin yang berembus menerpaku saat sedang naik motor, menikmati lanskap pepohonan dan rumah-rumah di kejauhan, menikmati biru langit dan awan putih keabuabuan yang berarak di atasku. Banyak hal bisa kunikmati tanpa banyak usaha kukeluarkan. Citraan penglihatan terbentang luas di hadapanku. Begitu juga dengan pendengaran. Ada begitu banyak suara-suara di sekitarku: kicau burung, obrolan manusia, desau angin, deru kendaraan, bakhan detak jantung. Itu baru hal-hal yang bisa kudengar dan kulihat, padahal masih ada yang bisa kurasakan, kusentuh, bahkan kubaui. Tekstur makanan yang aku kunyah dalam mulutku adalah salah satu contohnya. Biasanya, aku mengunyah dengan cepat dan langsung menelan makananku. Aku tak merasakan teksturnya. Rasa asli dari makanan yang aku kunyah juga sebuah kenikmatan. Suhu udara yang berubah-ubah yang membuat tubuhku merasakannya serta segala jenis aroma yang mampir ke hidungku adalah kenikmatan yang hanya bisa kunikmati...

Pusat Pikiran

Saya baru saja membaca satu tulisan pendek tentang pusat pikiran. Pusat pikiran memengaruhi cara seseorang memandang sesuatu dan pada akhirnya memengaruhi cara seseorang bersikap dan bertindak. Ini sebenarnya mirip dengan apa yang pernah saya baca perihal nilai-nilai hidup. Seseorang sebenarnya entah sadar atau tidak selalu punya nilai-nilai yang mereka hidupi. Nilai yang mendasari hampir semua perbutan mereka. Kembali ke soal pusat pikiran. Di tulisan itu, si penulis mencontohkan salah satu pusat pikiran seorang manusia: sex. Orang yang pusat pikirannya adalah sex maka pandangannya tentang dunia di sekelilingnya juga akan berpusat pada sex. Misalnya, ia melarang istrinya keluar rumah karena takut lelaki lain akan menjadikan istrinya sebagai objek sex. Itu sebenarnya adalah cerminan pikirannya sendiri. Tulisan itu membuat saya memikirkan apa sebenarnya pusat pikiran atau nilai yang selama ini saya hidupi. Apa yang mendasari semua hal yang selama ini saya lakukan. Apakah saya hanya hidu...

Rinai Hujan di Depan Rumah

Bunyi tak-tak air yang menghantam cor-coran jalan. Hawa dingin yang menjalar. Langit putih. Istri masak pisang goreng. Kurang apa lagi? Suara motor menderu membelah hujan. Aroma kopi yang mengepul. Rasanya, tak perlu tambahan apa-apa lagi untuk bahagia. Tapi, memang begitu. Bukankah memang kita bisa bahagia tanpa perlu apa-apa selain diri kita sendiri? Ada buku-buku yang belum selesai dibaca. Tapi, bukankah ada banyak hal yang juga perlu dibaca? Agar-agar hijau yang belum selesai dimakan. Pisang belitung yang menggantung di dinding. Kipas angin yang diam. Dingin masih terus meruyak udara. Aku duduk dan mendengar televisi ngoceh soal gizi. Istri datang dengan pipnya yang hangat. Apa lagi yang kurang? Sore yang sempurna. Namun, aku tiba-tiba teringat mamak. Aku teringat orang-orang di desaku. Sedang apa mereka, ya? Apakah di sana juga hujan?

Medan Juang

Tepat Waktu Jadi orang yang tepat waktu sangat menyebalkan di negeri ini. Sudah berkalikali kamu datang ke sebuah acara secara tepat waktu dan yang terjadi justru kamu harus menunggu lama. Acara yang dijadwalkan jam 8 tapi baru dimulai jam 9. Sudah begitu, masih harus mendengarkan sambutan-sambutan yang membosankan. Kalau isi sambutan itu penting, masih mending. Sudah membosankan, tak penting pula. Para penyambut itu juga bicara omong kosong soal integritas. Apanya yang integritas kalau terhadap waktu saja tidak bisa menghargai. Gak heran, untuk urusan teknikal meeting saja bisa sampai seharian. Coba kalau tepat waktu dan pembicara tidak ngomong ngalor ngidul gak jelas, mungkin Cuma butuh waktu satu atau dua jam saja cukup. Ya, tapi begitulah. Banyak orang-orang yang bekerja tidak sesuai dengan cita-cita organisasinya. Medan Juang Sampai saat ini, saya masih belum juga tahu medan juang seperti apa yang sebaiknya saya geluti. Rasanya tidak ada sesuatu yang sedang saya kejar. Hidup lempe...

Hubungan dengan Pasangan

Sekarang kamu sudah punya seorang istri. Kamu bukan lagi bujangan yang memutuskan segala hal dengan pertimbangan egomu saja. Ada ego istrimu yang harus kamu pertimbangkan. Istrimu punya pemikiran. Dia punya idealnya sendiri. Saat ini, kalian hanya menjalani pernikahan kalian apa adanya. Kamu sesekali memikirkan istrimu. Mungkin dia juga sesekali memikirkanmu. Kalian menjalani rutinitas biasa setiap hari: bangun pagi lalu mandi dan mencuci baju; sarapan pagi berdua; berangkat ke kantor lewat jalur yang sama; mengajar di kelas masing-masing; pulang ke rumah, sesekali beli jajan di jalan; tidur siang yang melelahkan; menonton TV menjelang maghrib; makan malam, kadang berdua, kadang bareng-bareng; main HP sampai malam, kadang mengerjakan tugas kantor; dan yang terakhir tidur bareng. Rutinitas ini berulang. Mungkin akan berulang bulan ke bulan, tahun ke tahun. Begitu terus. Apakah dalam rutinitas itu ada pertumbuhan? Apakah rutinitas itu membuat hubungan kalian semakin erat? Apakah kalian j...

Perjalanan

Apakah hidup seperti perjalanan? Perjalanan seperti apa? Jika hidup adalah sebuah perjalanan, maka apa yang paling penting dalam sebuah perjalanan? Memikirkan orang lain? Apakah penting? Memikirkan apa yang sudah kamu lakukan? Memikirkan medan juang yang sedang kamu hadapi? Memikirkan tentang Tuhan? Apa yang sebaiknya kita pikirkan? Pikirkan? Rumuskan? Uji coba! Pikirkan ulang? Rumuskan ulang. Begitu terus sampai ketemu titik. Sampai kamu tahu bahwa kamu sudah berkembang. Pikirkan tentang pemikiranmu juga.

Menulis Yang Baik-Baik Saja

Panas di punggung dan rasa pegal di kaki. Mengantri. Sepatu yang kusam tak pernah disemir. Keinginan menjelajah lewat buku-buku bagus. Masa-masa itu sudah usai. Mungkin. Tapi, sesekali aku masih bisa mengunjunginya. Tanpa totalitas yang membuatku tenggelam, rasanya sungguh sangat berbeda saat aku tenggelam dalam lembar demi lembar cerita petualangan. Aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan muskil tentang banyak hal. Rasanya seperti ceracau yang membuatmu gila. Tapi begitulah hidupku sekarang. Mungkin memang hidupku sejatinya bukanlah untuk aku sendiri, melainkan untuk orang-orang di sekitarku. Tanggung jawab yang kian besar. Pertanyaan apakah aku bisa mencintai mereka dengan sepenuh perasaan dan pikiranku kadang menggangguku. Aku ingin mengenyahkan pertanyaan itu dan menjalani saja hidupku tanpa rasa takut atau penyesalan. Begitulah terus. Rencana-rencana tak kunjung kesampaian. Biar begitu, manusia terus-terusan membuat rencana. Dan aku pun demikian. Manusia memenuhi dunia ini dengan ren...

Malam Ini Ingin Menulis Puisi Lagi

Malam ini. Aku ingin menulis puisi. Tapi tak bisa. Aku ingin menulis tapi tak bisa menulis padahal aku sedang menulis. Mengapa seperti ini? Ada banyak hal yang aku perhatikan. Tidak! Bukan kuperhatikan, melainkan melintas sejenak di hidupku. Hingga malam yang sunyi tiada apa pun kecuali bunyi dengung nyamuk. Aku ingin sendirian. Tapi aku takut kesepian. Ikatan yang kita bangun ini? Apakah ini sepadan. Apakah setiap sesuatu harus ada ukurannya. Rugikah? Untungkah?