Kupu-kupu kertas. Sebuah lagu yang masih kudengarkan hingga sekarang. Itu bukan lagu yang lahir saat aku remaja atau saat masa SMA. Bukan. Bisa dikatakan lagu ini jadul. Aku mulai sering mendengar lagu ini saat kuliah. Aku lupa awalnya kapan. Yang jelas lagu ini sering aku dengar saat kuliah. Selain lagu ini aku juga sering mendengar lagu-lagu lain Ebiet G Ade. Ada semacam kerinduan syahdu yang mengendap di dalam perasaanku yang aku sendiri tak tahu kerinduan macam apa itu. Yang kurasakan adalah sebuah kenikmatan kenangan saat dulu aku sering sendirian. Mungkin karena lagu-lagu ini sering aku dengar saat dulu aku menikmati kesepianku. Aku suka menikmati hal-hal yang sederhana seperti suara rintik hujan atau petikan gitar saat aku sendirian atau dedaunan di rantingranting pohon yang tertiup angin sebab semua itu entah mengapa membuatku tenang. Betapa melankolis. Bagiku, lagu-lagu Ebiet membangkitkan satu kesenduan tapi sekaligus hasrat untuk meromantisasi keadaan. Hasrat meromantisasi keadaan?! Apa itu? Kalau dengar lagu-lagu Ebiet, entah mengapa rasanya aku ingin menulis puisi. Meskipun pada akhirnya tak satu puisi tercipta setelah mungkin berjam-jam aku bergulat dengan pikiranku sendiri dan mencoba menuangkannya menjadi untaian kata. Pada akhirnya hanya aku sendirian. Tanpa kata-kata.
Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur. Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan.
Komentar
Posting Komentar