Langsung ke konten utama

Medan Juang

Tepat Waktu

Jadi orang yang tepat waktu sangat menyebalkan di negeri ini. Sudah berkalikali kamu datang ke sebuah acara secara tepat waktu dan yang terjadi justru kamu harus menunggu lama. Acara yang dijadwalkan jam 8 tapi baru dimulai jam 9. Sudah begitu, masih harus mendengarkan sambutan-sambutan yang membosankan. Kalau isi sambutan itu penting, masih mending. Sudah membosankan, tak penting pula.

Para penyambut itu juga bicara omong kosong soal integritas. Apanya yang integritas kalau terhadap waktu saja tidak bisa menghargai. Gak heran, untuk urusan teknikal meeting saja bisa sampai seharian. Coba kalau tepat waktu dan pembicara tidak ngomong ngalor ngidul gak jelas, mungkin Cuma butuh waktu satu atau dua jam saja cukup. Ya, tapi begitulah. Banyak orang-orang yang bekerja tidak sesuai dengan cita-cita organisasinya.

Medan Juang

Sampai saat ini, saya masih belum juga tahu medan juang seperti apa yang sebaiknya saya geluti. Rasanya tidak ada sesuatu yang sedang saya kejar. Hidup lempeng-lempeng saja. Bangun pagi-pagi untuk berangkat kerja kemudian pulang dan beristirahat supaya bisa bangun pagi-pagi untuk berangkat kerja lagi. Begitu terus. Apakah ini sebuah fase dalam hidup? Mungkin fase kemapanan? Fase saat kamu tak punya hasrat untuk mengejar apa-apa di hidupmu? Apakah hanya saya yang mengalami perasaan ini atau ada orang lain yang juga mengalaminya?

Dulu, saat masih mengerjakan skripsi, rasanya saya begitu bersemangat. Ada satu tujuan jelas yang ingin saya capai. Meski kadang tersendat-sendat saat pengerjaannya, tapi rasanya tak pernah kosong. Mungkin itu kekurangan dari berpusat pada tujuan. Begitu tujuan tercapai, kita harus segera menciptakan tujuan baru yang lebih tinggi. Begitu terus, atau jika tidak hidupmu akan kosong.

Beberapa buku terkait tujuan sudah saya baca. Dan, ada satu alternatif terkait tujuan hidup. Alih-alih berfokus pada tujuan, saya harusnya fokus pada nilainilai yang bisa saya hidupi. Namun, itu pun tetap tak banyak membantu. Mungkin, baiknya kita gabungkan antara nilai dan tujuan. Ya, itu patut dicoba.

Selasa, 8 Februari 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan. 

Direktori Kenalan di MTs N 2 Banjarnegara

Hari ini aku mengenal beberapa orang di MTs N 2 Banjarnegara:  Ibu Anti. Guru bahasa Inggris. Penulis soal ANBK. Berasal dari Kendal. Ngekos di sekitar lokasi madrasah. Bisa bawa motor sendiri. Mudah akrab dengan orang-orang. Lulusan Unnes. Punya rencana menikah di waktu dekat ini. Berangkat ke kantor nyangking rames. Ibu Vita. Guru Bahasa Jawa. Berasal dari Talunamba, Kec. Madukara. Sebelum menjadi guru, dulu bekerja sebagai seorang perangkat desa. Lumayan bisa main gamelan. Lulusan Unnes. Sepertinya suka nyanyi.  Ibu Alta/Annisa. Guru BK. Berasal dari Susukan. Bisa nyanyi.  Ingin mengubah citra Guru BK sebagai guru yang ramah dan penuh cinta.  Ibu Sofie. Guru SKI. Berasal dari Purbalingga. Tidak bisa naik sepeda motor sendiri. Ijazahnya adalah pendidikan sejarah. Lulusan UIN Saizu Purwokerto. Bapak Wahyu. Kepala Tata Usaha MTs N 2 Banjarnegara. Tinggi dan tenang pembawaannya. Asal dari Mandiraja.  Bapak Wangit. Waka Kurikulum. Orangnya ceplas-ceplos. Asal dar...

Pesta Siaga dan Keresahan yang Kurasakan

Aku tahu bahwa maksud pelaksanaan pesta siaga bertujuan baik, yaitu sebagai sarana pembentuk karakter siswa. Namun, praktik yang kutemukan justru membuatku muak. Hal-hal yang membuat aku muak antara lain:  Pertama, di sekolah tempatku bekerja tak ada ekstrakurikuler Pramuka. Anak-anak hanya dilatih saat akan ada acara pesta siaga saja. Selain itu tak ada latihan apapun atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Pramuka. Serba instan. Inilah yang aku tak suka.  Kedua, fokus sekolah adalah meraih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah. Itulah mengapa yang dipilih adalah anak-anak terbaik. Jika memang tujuan awal adalah pembentukan karakter harusnya siapapun yang ingin mengikutinya boleh-boleh saja diikutsertakan. Jika peserta yang boleh ikut dibatasi, paling tidak sekolah memfasilitasi anak-anak lain yang tak kebagian jatah dengan kegiatan lain yang juga fokus dalam pembentukan karakter.  Ketiga, latihan dilakukan saat jam pelajaran. Ini sangat mengganggu kegiatan pembela...