Langsung ke konten utama

Hubungan dengan Pasangan

Sekarang kamu sudah punya seorang istri. Kamu bukan lagi bujangan yang memutuskan segala hal dengan pertimbangan egomu saja. Ada ego istrimu yang harus kamu pertimbangkan. Istrimu punya pemikiran. Dia punya idealnya sendiri. Saat ini, kalian hanya menjalani pernikahan kalian apa adanya. Kamu sesekali memikirkan istrimu. Mungkin dia juga sesekali memikirkanmu. Kalian menjalani rutinitas biasa setiap hari: bangun pagi lalu mandi dan mencuci baju; sarapan pagi berdua; berangkat ke kantor lewat jalur yang sama; mengajar di kelas masing-masing; pulang ke rumah, sesekali beli jajan di jalan; tidur siang yang melelahkan; menonton TV menjelang maghrib; makan malam, kadang berdua, kadang bareng-bareng; main HP sampai malam, kadang mengerjakan tugas kantor; dan yang terakhir tidur bareng. Rutinitas ini berulang. Mungkin akan berulang bulan ke bulan, tahun ke tahun. Begitu terus.

Apakah dalam rutinitas itu ada pertumbuhan? Apakah rutinitas itu membuat hubungan kalian semakin erat? Apakah kalian jadi lebih mengenal satu sama lain berkat rutinitas itu? Apakah kalian saling membantu pasangan kalian untuk saling berkembang? Apa maknanya rutinitas itu bagi kalian? Apa makna rutinitas itu buatmu? Apa makna rutinitas itu buat dia? Idealnya sebuah keluarga adalah “tempat” yang membuat orangorang di dalamnya merasa nyaman. Kenyamanan ini harus dicapai bersamasama. Meski kamu sadar betul bahwa ideal ini masih sangat umum, tapi jika benar-benar diusahakan, kenyamanan ini akan membawa banyak hal dalam keluarga. Kenyamanan bisa mengundang kebahagiaan datang menyambangi setiap anggota keluarga. Meski bahagia juga bisa diraih sendirian, tapi kebahagiaan kolektif mungkin lebih asyik. Keluarga idealnya jadi tempat paling “nyaman” untuk menjadi dirimu sendiri. Kalau kamu masih harus berpura-pura menjadi orang lain saat berada dalam keluargamu, maka pasti ada yang salah di sana. Keluarga ideal seharusnya mampu menerima kamu apa adanya sambil berusaha memperbaiki kekurangan-kekurangan anggota di dalamnya. Tentu saja sambil saling melengkapi. Untuk membentuk keluarga yang demikian, banyak faktor yang berpengaruh. Faktor itu misalnya, kematangan orang-orang dewasa yang menjadi anggotanya, kecukupan ekonomi, dan sikap empati yang tinggi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan. 

Direktori Kenalan di MTs N 2 Banjarnegara

Hari ini aku mengenal beberapa orang di MTs N 2 Banjarnegara:  Ibu Anti. Guru bahasa Inggris. Penulis soal ANBK. Berasal dari Kendal. Ngekos di sekitar lokasi madrasah. Bisa bawa motor sendiri. Mudah akrab dengan orang-orang. Lulusan Unnes. Punya rencana menikah di waktu dekat ini. Berangkat ke kantor nyangking rames. Ibu Vita. Guru Bahasa Jawa. Berasal dari Talunamba, Kec. Madukara. Sebelum menjadi guru, dulu bekerja sebagai seorang perangkat desa. Lumayan bisa main gamelan. Lulusan Unnes. Sepertinya suka nyanyi.  Ibu Alta/Annisa. Guru BK. Berasal dari Susukan. Bisa nyanyi.  Ingin mengubah citra Guru BK sebagai guru yang ramah dan penuh cinta.  Ibu Sofie. Guru SKI. Berasal dari Purbalingga. Tidak bisa naik sepeda motor sendiri. Ijazahnya adalah pendidikan sejarah. Lulusan UIN Saizu Purwokerto. Bapak Wahyu. Kepala Tata Usaha MTs N 2 Banjarnegara. Tinggi dan tenang pembawaannya. Asal dari Mandiraja.  Bapak Wangit. Waka Kurikulum. Orangnya ceplas-ceplos. Asal dar...

Pesta Siaga dan Keresahan yang Kurasakan

Aku tahu bahwa maksud pelaksanaan pesta siaga bertujuan baik, yaitu sebagai sarana pembentuk karakter siswa. Namun, praktik yang kutemukan justru membuatku muak. Hal-hal yang membuat aku muak antara lain:  Pertama, di sekolah tempatku bekerja tak ada ekstrakurikuler Pramuka. Anak-anak hanya dilatih saat akan ada acara pesta siaga saja. Selain itu tak ada latihan apapun atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Pramuka. Serba instan. Inilah yang aku tak suka.  Kedua, fokus sekolah adalah meraih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah. Itulah mengapa yang dipilih adalah anak-anak terbaik. Jika memang tujuan awal adalah pembentukan karakter harusnya siapapun yang ingin mengikutinya boleh-boleh saja diikutsertakan. Jika peserta yang boleh ikut dibatasi, paling tidak sekolah memfasilitasi anak-anak lain yang tak kebagian jatah dengan kegiatan lain yang juga fokus dalam pembentukan karakter.  Ketiga, latihan dilakukan saat jam pelajaran. Ini sangat mengganggu kegiatan pembela...