Panas di punggung dan rasa pegal di kaki. Mengantri. Sepatu yang kusam tak pernah disemir. Keinginan menjelajah lewat buku-buku bagus. Masa-masa itu sudah usai. Mungkin. Tapi, sesekali aku masih bisa mengunjunginya. Tanpa totalitas yang membuatku tenggelam, rasanya sungguh sangat berbeda saat aku tenggelam dalam lembar demi lembar cerita petualangan. Aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan muskil tentang banyak hal. Rasanya seperti ceracau yang membuatmu gila. Tapi begitulah hidupku sekarang. Mungkin memang hidupku sejatinya bukanlah untuk aku sendiri, melainkan untuk orang-orang di sekitarku. Tanggung jawab yang kian besar. Pertanyaan apakah aku bisa mencintai mereka dengan sepenuh perasaan dan pikiranku kadang menggangguku. Aku ingin mengenyahkan pertanyaan itu dan menjalani saja hidupku tanpa rasa takut atau penyesalan.
Begitulah terus. Rencana-rencana tak kunjung kesampaian. Biar begitu, manusia terus-terusan membuat rencana. Dan aku pun demikian. Manusia memenuhi dunia ini dengan rencana-rencananya. Rencana memanjangkan rambut sampai gondrong. Berdiri di depan teller bank pakau sandal jepit biru. Celana panjang dan kaos lengan panjang. Hidup bebas. Atau setidaknya menikmati ilusi kebebasan. Disebelahku lelaki paruh baya. Kaos tipis dan kepala botak. Menatap penuh minat pada costumer servis.
Orang-orang duduk termangu. Memikirkan apakah mereka? M. Subur. Setor uang. Mengalir dalam aliran uang di seluruh dunia. Betapa kacaunya. Menulis untuk apa seperti ini. Bukankah lebih baik buang saja?
Baiklah, mari menulis yang baik-baik saja. Mari menulis dengan sistematika yang benar. Ada banyak cara, mari pakai cara yang pernah kita coba. Tesis sederhana. Mari kita coba menulis tentang sekolah tempat aku mengajar: MI GUPPI Rakitan hari ini.
Komentar
Posting Komentar