Langsung ke konten utama

Kecemasan

Anakmu belum juga lahir sampai hari ini. Hari ini adalah HPL terakhir yang disampaikan dokter. Tapi, anakmu belum juga lahir. Pertanyaan yang sebenarnya adalah, apakah kamu sudah benar-benar siap menjadi seorang ayah? Apa yang sudah kamu persiapkan? Sesungguhnya seseorang tak mungkin benar-benar siap menjadi seorang ayah sebanyak apapun yang telah dia persiapkan. Menjadi seorang ayah kukira adalah sebuah proses panjang yang tak bisa disiapkan seperti kita menyiapkan bahan-bahan untuk memasak nasi goreng. Anakmu akan punya pemikirannya sendiri dan dia juga akan berproses menjadi dirinya sendiri. Dalam proses itulah kamu berperan mendampinginya. Kamu berperan membimbingnya menemukan rumahnya sendiri. Rumah adalah tempat dan waktu yang bersekutu membuatmu mampu menjadi diri sendiri, merasa nyaman dengan apa adanya dirimu. Bagaimana kamu menyediakan rumah yang seperti itu untuk anakmu? Istrimu saat ini tentu saja sangat khawatir. Sampai saat ini bayi dalam kandungannya belum juga keluar. Dia benar-benar cemas. Orang-orang terus menanyainya apakah ia sudah melahirkan atau belum. Orang-orang terus bertanya tentang HPL. Kukira aku pernah bilang padanya untuk tidak merisaukan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Tapi, hal itu sulit baginya. Aku sudah pernah bilang untuk tidak memedulikan omongan orang yang hanya membuatnya khawatir. Tapi, mau bagaimanapun sepertinya itu susah untuknya. Orangorang sibuk dengan urusannya masing-masing. Di sini, di hidupku, akulah pemain utamanya. Aku menyaksikan orang-orang sibuk dengan urusan mereka dan itu mungkintak ada kaitannya denganku, sebab di hidup mereka, merekalah pemain utamanya. Maka setiap orang adalah pemain utama dalam hidupnya sendiri. Namun lantas aku bertanya, jika demikian maka apakah hal-hal di dunia ini berdiri sendiri dan tak saling terkait? Apakah yang kulakukan sekarang, duduk sambil menulis adalah hal penting yang signifikan? Apakah yang orang-orang lakukan di pasar memengaruhi alam semesta ini? Aku terkadang membayangkan, menjadi seorang yang begitu besar seperti raksasa dan memandang ke bawah ke kerumunan manusia. Pasti mereka terlihat seperti semut. Pohon-pohon albasia yang meliuk-liuk dengan batangnya yang kurus terlihat seperti jamur. Bagaiamana dengan rumah-rumah manuasia? Itu mungkin terlihat seperti jamur juga. Sebenarnya alangkah kecilnya manusia. Seperti debu. Tidak signifikan dan mungkin tidak penting untuk alam semesta ini. Dengan atau tanpa kita mungkin akan tetap sebagaimana adanya. Tapi, jika tak ada manusia, siapa yang akan mengagumi keluasan alam semesta ini? Merenungkan tentang semua ini membuatku merasa betapa sia-sia meributkan atau mencemaskan hal-hal yang terjadi, apapun itu. Apakah mungkin aku terjebak dalam apatisme atau nihilisme? Entahlah. Yang jelas, semakin aku merenungkan ini semua, semakin aku suka menikmati hal-hal yang sederhana dan tak muluk-muluk. Mungkin akan tiba saatnya nanti, ketika aku bisa menikmati bahkan hanya diriku saja. Tak perlu apa-apa lagi. Apakah itu yang dirasakan para wali? Apakah itu kesyukuran yang sejati. Bersyukur tanpa ada prasyarat.

Hujan turun dan burung dara berteduh di topi jendela. Syahdu. Jalanan basah. Seorang nenek tua berjalan tak peduli bajunya basah. Tanaman stroberi tak jadi mati. Hujan menyiraminya hingga basah. Burung dalam sangkar. Burung dalam sangkar bergerak naik turun dan berkicau tak henti-henti. Ayam hitam ibu dan anak. Ketiganya hitam. Seorang anak berlari terburu-buru menghindari hujan. Hujan dan hujan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan. 

Direktori Kenalan di MTs N 2 Banjarnegara

Hari ini aku mengenal beberapa orang di MTs N 2 Banjarnegara:  Ibu Anti. Guru bahasa Inggris. Penulis soal ANBK. Berasal dari Kendal. Ngekos di sekitar lokasi madrasah. Bisa bawa motor sendiri. Mudah akrab dengan orang-orang. Lulusan Unnes. Punya rencana menikah di waktu dekat ini. Berangkat ke kantor nyangking rames. Ibu Vita. Guru Bahasa Jawa. Berasal dari Talunamba, Kec. Madukara. Sebelum menjadi guru, dulu bekerja sebagai seorang perangkat desa. Lumayan bisa main gamelan. Lulusan Unnes. Sepertinya suka nyanyi.  Ibu Alta/Annisa. Guru BK. Berasal dari Susukan. Bisa nyanyi.  Ingin mengubah citra Guru BK sebagai guru yang ramah dan penuh cinta.  Ibu Sofie. Guru SKI. Berasal dari Purbalingga. Tidak bisa naik sepeda motor sendiri. Ijazahnya adalah pendidikan sejarah. Lulusan UIN Saizu Purwokerto. Bapak Wahyu. Kepala Tata Usaha MTs N 2 Banjarnegara. Tinggi dan tenang pembawaannya. Asal dari Mandiraja.  Bapak Wangit. Waka Kurikulum. Orangnya ceplas-ceplos. Asal dar...

Pesta Siaga dan Keresahan yang Kurasakan

Aku tahu bahwa maksud pelaksanaan pesta siaga bertujuan baik, yaitu sebagai sarana pembentuk karakter siswa. Namun, praktik yang kutemukan justru membuatku muak. Hal-hal yang membuat aku muak antara lain:  Pertama, di sekolah tempatku bekerja tak ada ekstrakurikuler Pramuka. Anak-anak hanya dilatih saat akan ada acara pesta siaga saja. Selain itu tak ada latihan apapun atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Pramuka. Serba instan. Inilah yang aku tak suka.  Kedua, fokus sekolah adalah meraih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah. Itulah mengapa yang dipilih adalah anak-anak terbaik. Jika memang tujuan awal adalah pembentukan karakter harusnya siapapun yang ingin mengikutinya boleh-boleh saja diikutsertakan. Jika peserta yang boleh ikut dibatasi, paling tidak sekolah memfasilitasi anak-anak lain yang tak kebagian jatah dengan kegiatan lain yang juga fokus dalam pembentukan karakter.  Ketiga, latihan dilakukan saat jam pelajaran. Ini sangat mengganggu kegiatan pembela...