Aku menikmati rasa kagum pada pepohonan. Ini bukan hal yang aneh kukira. Orang punya kekagumannya masing-masing. Pepohonan acap jadi tempat parkir untuk kegelisahan dan keraguan. Mungkin sebab mereka tak menawarkan apa pun. Aku lebih percaya pada pohon-pohon yang akar-akarnya selalu bersetia pada tanah.
Aku membuang semua rahasiaku pada daun dan batang-batang pohon yang lantas menguburnya di dalam tanah. Kata siapa pepohonan berfotosintes dengan menyerap nutrisi dari tanah. Tidak, kawan. Pepohonan menyerap kegelisahanmu dan mengolahnya menjadi kesejukan yang kamu hirup ke dalam dadamu. Mereka menghidupi kita.
Bagaimana aku menjelaskannya padamu itu mungkin tidak penting. Tapi, aku selalu merasa tak menemukan kesalahan pada tanaman-tanaman yang tumbuh di pinggir jalan, di taman-taman, atau di mana pun. Semua tampak pas dan serasi. Bahkan ranting-ranting yang mengering yang disinggahi burung-burung kutilang atau emprit kaji.
Aku rasa, selama ini pepohonan menawarkan kehidupan padaku. Mereka tahu aku kering. Gersang dan meranggas. Seperti tanaman cabai yang kau tanam dalam pot plastik di atap rumah yang satu minggu lupa kau sirami. Hujan tak selalu bisa diandalkan, sebab mereka sedang sibuk dalam puisi-puisi garapan penyair pemula.
Komentar
Posting Komentar