Anjas Saraswati. Aku mengenalnya sejak aku bekerja di MI GUPPI Rakitan. Lama setelahnya, aku menikahi dia. Dia pernah bilang, pertama kali melihatku dia anggap aku ini sales. Dulu aku mendaftar di Madrasah memakai kemeja LingArt warna biru. Kalau kupikir-pikir memang aku seperti sales. Waktu itu, aku memang belum mengenalnya sama sekali. Aku tak tahu namanya dan tak tahu dia mengajar kelas berapa. Aku dikenalkan secara sekilas pada guru-guru lain di sana. Termasuk kepada Anjas Saraswati ini.
Awal aku bekerja di sana, tentu saja masih malu-malu dan tak banyak berinteraksi dengan rekan kerja. Dia juga seperti itu. Maksudku, dia tidak berusaha untuk menyapaku atau mengajakku mengobrol.
Untuk sementara aku mengajar olah raga dan matematika kelas enam. Selesai mengajar aku hanya duduk di mejaku. Mejaku ada di barisan paling depan. Mejanya, di baris kedua dari belakang. Posisi dudukku membuatku sulit menghafalkan satu persatu nama-nama guru di sana. Tapi, toh lama-lama akan kenal juga.
Aku mulai akrab dengannya ketika mengobrol dengan dia di depan ruang guru. Sejak itu, kami mulai agak sering berkirim pesan lewat WhatsApp. Meski begitu, aku masih tak tahu apa-apa tentangnya. Aku belum tahu siapa orang tuanya, apakah dia punya saudara atau tidak, apa kesukaannya, dan apa yang tak disukainya. Dan, aku juga tak tahu dia punya pacar atau tidak. Saat itu, aku sedang mendekati seorang perempuan asal Tegal. Makanya, aku tak begitu memperhatikan perempuan-perempuan lain yang ada di dekatku. Aku tak begitu memperhatikan dia sebab kukira dia sudah punya pasangan.
Rutinitas kami di madrasah berjalan biasa saja. Kami datang, mengajar, mengerjakan berbagai tugas-tugas tambahan lalu pulang. Begitu terus setiap hari kerja.
Pernah tanpa sengaja, dia menduduki tanganku di sofa madrasah. Dengan refleks aku segera menarik tanganku. Saat itu suasana agak canggung dan kami tak berkata apa-apa.
Kedekatanku dengannya barangkali dipengaruhi oleh guru-guru lain yang gencar mengolok kami. Mungkin juga berkat kegagalan hubunganku dengan cewek tegal. Yang jelas, seingatku, kami jadi lebih sering berkomunikasi sejak dia jatuh dari motor. Aku tanya, tapi dia tak ngaku habis jatuh dari motor. Nah, lantas guru-guru madrasah datang menjenguk ke rumahnya. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku tahu alamat rumahnya.
Lahir di Wonosobo, 13 Agustus 1997. Lahir dari pasangan Ibu Murtinah dan Bapak Senam Al-Nurhakim. Menyukai bakso. Punya adik perempuan. Gampang ngambek.
Minggu, 21 November 2021
Hari ini, seharian kita hanya berdiam di rumah saja. Kamu maupun aku membantu mamak menyiapkan kudapan untuk peserta pengajian Minggu Manisan di masjid. Kita juga dibantu Sasti.
Mamak membuat aneka jajan pasar. Ada ketan kepok, tahu isi sosis yang dibentuk bunga-bunga, dan pisang rebus. Itu semua untuk isi kudapan. Mamak juga menambahinya dengan pilus dan kue. Hari itu, aku juga mengantar mamak ke Clapar untuk takziah. Lama aku tak ke sana. Motor hampir tidak kuat.
Hari ini aku juga memanen ikan di kolam ikan depan rumah. Sebenarnya tak bisa dikatakan panen. Ini hanya memanen ikan dari pada berkurang terus karena mati. Airnya mungkin tidak cocok dengan jenis ikan jair.
Kali ini, yang ingin aku tulis dengan gembira adalah pengalaman kita menjelajah Banyu Mili. Kita pergi ke rumah Mbah lewat jalur yang berbeda dari jalur yang pernah kita lewati. Jalur kali ini bisa dibilang cukup sulit. Jalur yang sering disebut orang sebagai Banyu Mili. Jalanan tanah yang becek dengan batas saluran irigasi yang cukup dalam. Kalau tidak hati-hati, bisa-bisa nyemplung ke saluran itu. Alih-alih sampai ke rumah Mbah malah masuk kali.
Sebenarnya, ini bukan kemauanmu memilih jalan itu. Ini hanya rasa penasaranku saja yang ingin mencoba jalan yang katamu seru. Kamu membonceng dibelakangku. Takut-takut sebenarnya. Di beberapa kesempatan, kamu turun dari motor dan jalan kaki. Akibatnya, kakimu belepotan lumpur sawah. Kamu tertawa-tawa sepanjang jalan. Sepertinya tidak merasa itu sebagai sebuah kesialan. Kamu nampak menikmatinya. Mungkin ada dalam dirimu jiwa-jiwa petualang, hanya saja itu tak pernah kamu eksplor. Haha.
Senin, 22 November 2021
Melaksanakan ANBK. Pergi jalan-jalan sore hari ke toko baju Aminah. Toko langganannya.
Sabtu, 27 November 2021
Dan kaki yang gemetar. Dada yang berdegub kencang sebab keterkejutan yang menyeruak tiba-tiba
menyerangnya. Kamu yang kurang hati-hati memacu motormu terlalu kencang dan pengendara ngawur yang masuk jalan besar tanpa tengok kanan kiri adalah kombinasi yang tepat untuk menciptakan benturan tak terduga yang cukup keras. Kamu berteriak dan dia ketakutan sampai hampir menangis. Kecepit. Ampel Sari. Lututmu terbentur entah apa dan rasanya pegal. Dia masih terus deg-degan sampai rumah. Untungnya tidak ada luka serius. Motor juga tak rusak parah. Hanya kaca lampu sein yang pecah. Tidak jadi masalah. Yang penting tak ada luka serius. Begitulah di jalan raya. Kita sudah berhati-hati pun belum tentu selamat. Apa lagi kalau sampai tidak hati-hati. Kadang orang lain yang tidak hati-hati membuat kerugian pada kita. Tapi, reaksi kalian lumayan keren. Kalian tidak mengumpat, baikpada orang itu maupun pada keadaan. Dan, kamu berhenti di tanjakan. Orang-orang melihatmu dan menanyakan apa kalian baik-baik saja. Tentu baik-baik saja.
Malam Minggu tiba. Main HP. Nonton Anime.
Mencari nama-nama bayi, padahal belum hamil. Becanda. Berpelukan. Berciuman. Ngambek mungkin. Entahlah. Tidur terlalu lama. Maksudku, tiduran terlalu lama. Musik yang berisik. Tak bisa berkonsentrasi. Apa apaan ini.
Komentar
Posting Komentar