Oktober tahun lalu, kamu diterima bekerja di SMP N 3 Banjarnegara. Ada perasaan senang sekaligus takut tak bisa menjalankan tugas dengan baik. Hari ini sudah satu tahun lebih kamu mengajar di sana. Banyak pengalaman sudah kamu dapatkan. Kesalahan-kesalahan pasti telah kamu lakukan, baik kepada siswa maupun kepada guru lain, baik disengaja maupun tak disengaja.
Kamu pernah mengajar kelas 8, menjadi wali kelas, mengikuti lomba, membimbing siswa lomba, menjadi anggota pembina UKS, menjadi anggota SKL, membantu pelaksanaan PPDB, dan banyak pengalaman lainnya. Pengalaman-pengalaman ini harus menjadi satu pengalaman yang menimbulkan perubahan pada dirimu menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Hari ini, kamu membuat keputusan untuk meninggalkan pekerjaanmu sebagai guru di SMP N 3 Banjarnegara. Apa yang membuat kamu mengambil keputusan ini? Mari kita lihat apa saja yang membuatmu mengambil keputusan ini. Ada banyak alasan. Alasan idealis, misalnya: kamu merasa tak bisa jadi guru yang baik.
Mengajar di sana rasanya sangat jauh dari idealismemu saat ini. Bahwa kamu mengajarkan hal-hal yang tak dibutuhkan oleh siswa-siswamu. Kamu terus memikirkan hal itu sepanjang waktu. Ada perasaan sia-sia di sana, yang tak bisa kamu singkirkan begitu saja. Kamu juga tak bisa menyiapkan pembelajaran yang sungguh-sungguh. Terlalu banyak hal yang harus dikerjakan sehingga kamutak sempat melakukannya. Orang lain mungkin biasa saja dengan hal ini. Tapi, rasanya ini menjadi beban buatmu.
Bagaimana nanti kamu akan dimintai pertanggungjawaban karena kamu tak pernah sungguh-sungguh menyiapkan pembelajaran? Kamu tipe orang yang mengerjakan tugas-tugas satu per satu dan kewalahan kalau banyak tugas ditanggungkan kepadamu. Untuk mengerjakan satu tugas saja kadang perlu persiapan yang rumit. Ini salah satu kekuranganmu.
Kamu tipe orang perfeksionis. Jadi, saat ada pekerjaan-pekerjaan yang tertunda atau belum terselesaikan, rasanya itu sangat membebanimu. Membuatmu stres dan menurunkan produktivitasmu.
Tugas-tugas siswa yang menumpuk dan tak terselesaikan, tak terkoreksi, dan tak terurus membuatmu merasa sangat bersalah. Pun ketika tugas-tugas itu mampu kamu urus, ada perasaan tak puas di sana yang tak bisa kamu atasi.
Banyaknya jumlah siswa justru membuatmu tak nyaman. Kamu tak bisa mengenal mereka satu per satu dan mana bisa kamu mengharapkan ada pembelajaran di sana jika kamu saja tak mengenal mereka? Lain halnya di madrasah. Ketika kamu menjadi guru kelas, kamu akan berurusan dengan hanya sekitar 20 siswa. Kamu akan berinteraksi dengan mereka setiap hari. Ada kemungkinan bahwa kamu akan lebih baik dalam hal mengenal anak-anak didikmu. Ini lebih masuk akal dari pada berurusan dengan ratusan siswa di SMP. Apalagi, tak setiap hari kamu bisa berinteraksi dengan mereka.Lebih masuk akal jika kamu lebih nyaman mengajar di madrasah. Lebih sesuai dengan idealismemu. Bagaimana kamu mau mengubah orang lain kalau kamu saja tak mengenal orang itu? Bukankah perubahan adalah intisari dari belajar yang sesungguhnya?
Sebenarnya, kamu tak begitu menyoal gaji. Ini lebih pada kenyamanan kerja saja. Bukan lainnya. Tapi begitulah. Semua sudah diputuskan. Kita tinggal menjalaninya saja. Tak usah terlalu dipikirkan.
Rabu, 3 November 2021
Komentar
Posting Komentar