Gerak laju waktu tak bisa dihentikan. Hanya di film-film fiksi hal itu bisa terjadi. Waktu membawa serta perubahan. Dan perubahan menggilas hampir semua hal yang tak mau berkembang. Tak ada ampun. Pun demikian dengan profesi guru. Hari ini guru bukan lagi sumber utama pengetahuan. Setiap orang kini bisa mengakses sendiri ilmu pengetahuan dan mempelajarinya. Manusia telah menciptakan alat-alat canggih yang berguna untuk membantunya mempelajari hampir apa pun yang dia mau.
Sudah sejak lama di dengung-dengungkan bahwa menyuruh anak-anak untuk menghafalkan materi pelajaran, atau sekadar mendengar guru berceramah tentang materi pelajaran adalah cara kuno dan ketinggalan zaman. Hari ini paradigma pendidikan sudah berubah. Dahulu tugas guru adalah mengajar. Ini berarti bahwa siswa bertindak pasif dan hanya sebagai objek. Hari ini, tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran. Kedengarannya hampir sama. Tapi, pembelajaran punya arti yang lebih baik. Pembelajaran artinya adalah proses belajar aktif yang melibatkan siswa maupun guru. Baik siswa maupun guru sama-sama aktif belajar. Dalam hal mempelajari gaya dan gerak misalnya, guru tak lagi sekadar menyampaikan konsep yang sudah selesai dirumuskan para ahli sedangkan siswa menerima konsep itu dengan cara memahami dan menghafalkannya. Yang justru harus dilakukan oleh guru adalah menjadi fasilitator. Guru menyediakan hal-hal yang dibutuhkan siswa untuk mencapai pemahaman konsep gaya dan gerak secara mandiri.
Siswa melakukan eksperimen sederhana dipandu oleh guru dan kemudian merumuskan konsep dari eksperimen itu. KKG MI Kec. Madukara hari ini berusaha mencapai hal itu. Berusaha memperbarui kemampuan guru-guru MI dalam kompetisi pedagogik. Praktik mengajar dilakukan dengan berbagai alat peraga sederhana. Yang paling banyak aktif adalah peserta, yang dalam hal ini berperan sebagai siswa.
Hasil dari KKG ini nantinya akan diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. Namun, yang selalu jadi pertimbangan adalah: benarkah akan dipraktikkan secara konsisten di kelas-kelas? Saya kira tidak. Banyak hal jadi alasan. Ada yang benar-benar alasan apa adanya. Ada pula yang dibuat-buat. Saya kira, jika Anda seorang guru, anda akan tahu apa yang saya maksud.
Tak hanya menyasar kompetensi pedagogik, KKG ini juga menyasar kompetensi profesional dan sosial. Ada materi moderasi beragama yang disampaikan oleh Pak Sumarna. Isu ini sedang sangat hangat di tengah masyarakat. Intoleransi di mana-mana. Kurangnya pemahaman bermoderasi membuat merebaknya intoleransi. Radikalisme beragama yang mengedepankan nafsu bukan ilmu.
Apa yang dibahas dalam KKG hari ini sesungguhnya memang hal-hal yang sangat penting. Namun, seperti pada acara-acara lain yang biasa diselenggarakan, ketepatan waktu barangkali bukanlah prioritaskan kita. Kita suka bicara panjang lebar terkait hal-hal besar tapi lupa pada hal-hal kecil yang berdampak besar. Kita sibuk memikirkan hal- hal besar yang berdampak kecil dalam hidup kita, namun lupa memperhatikan hal-hal kecil yang berdampak besar bagi kita.
Acara yang selalu ngaret adalah contohnya. Kita abai terhadap waktu. Padahal kita tahu kalau waktu yang sudah berlalu sejatinya sudah tak dapat kita ambil lagi. Begitulah kita.
Hari ini kamu bertugas jadi operator di acara itu. Mengoperasikan laptop dan proyektor juga pengeras suara. Duduk di depan mendengarkan ceramah tentang moderasi beragama awalnya menyenangkan. Namun, itu tak bertahan lama.Kamu segera merasa bosan dan mengantuk. Karena berada di depan, agak sungkan untuk membuka hp guna mengusir rasa kantuk. Mau tak mau kamu menahannya sekuat tenaga. Ironi.
Hujan deras mengguyur Banjarnegara kemarin. Kamu mengabadikan momen air yang jatuh dari genteng sekolah dan mengenai daun hijau. Kamu abadikan dengan gerak lambat yang mempesona. Kamu juga merangkap sebagai seksi dokumentasi. Mengabadikan setiap momen dengan jepretan- jepretan yang berkualitas. Harapannya begitu. Tapi nyatanya itu tak mudah dan membutuhkan ilmu juga. Kamu juga mengedit video.
Ada satu kejadian unik: saat kamu sedang meminum kopi hangat sambil mengedit video, seorang guru mengagetkanmu dan kamu tersedak. Kopi yang sedang kamu minum muncrat ke depan. Untunglah tak ada orang di depanmu.
Kamu juga menjadi imam solat. Azan maghrib sudah berkumandang. Gerimis menitik dari atas kegelapan.
Cahaya lampu jalan yang kuning keemasan menyepuh dinding sekolah dan dedaunan. Menjadikannya berkilauan menampakkan keindahan sore menjelang malam.
Seorang guru bernama Bu Lusi belum dijemput suaminya. Kamu dan istrimu, seperti biasa relamenunggui sampai ada yang menjemput. Kalian pulang hingga menjelang isya. Namun, di sana, meski sering pulang hingga sore hari, atau acaraacara apa pun hingga sore hari, rasanya tak ada beban. Mungkin, ini dikarenakan semua yang di sana berstatus sama sebagai guru wiyata. Kamu merasakan ada semangat berjuang yang sama.
Ada perasaan mudah mengenal dan mudah akrab dengan mereka. Perasaan alami yang entah bagaimana membuatmu mudah beradaptasi. Ada Pak Ahmadi dengan gaya nyentriknya yang unik. Pak Amin dengan keuletannya mengerjakan soal-soal ANBK. Bu Wiwit dengan cara bicaranya yang khas. Bu Atik. Bu Lilis. Bu Nani sebagai fasilitator daerah yang ternyata juga adalah alumni guru MI GUPPI Rakitan.
Apa yang disampaikan Bu Vi, bahwa madrasah di bawah Kemenag memang punya iklim berjuang yang jental. Lebih banyak guru WB di sana dari pada di Diknas. Mungkin itu berpengaruh.
Hari yang melelahkan tapi tak membuat kepalamu pusing.
Sampai jumpa lagi esok hari dengan tugas-tugas baru.
Komentar
Posting Komentar