Langsung ke konten utama

Pesta Siaga; Sebuah Renungan

Pesta Siaga kembali digelar di Lapangan Kenteng. Udara hangat. Awan menggerombol di sekitar matahari. Teduh namun sedikit silau. Anak-anak cadangan duduk di depan gedung panitia. Para peserta dari sekolah kami berlatih entah di mana bersama Kepala Madrasah. Persiapan upacara pembukaan. Gladi bersih sedang dilakukan. Para peserta dari sekolah lain sedang mendaftar. Punggung tangan dicap dengan stempel ungu. Ibu guru bergosip tentang lemahnya koordinasi. Matahari mulai muncul menghangatkan kami. Rumput hijau yang terinjak-injak. Para pedagang berpayung warna-warni. Balon udara warna-warni terbang ke angkasa. Lingkaran manusia peserta pesta siaga. Matahari sudah muncul. Sesekali tertutup awan. Lapangan hijau. 

Doa dipanjatkan. Insiden uang kurang 100.000 apakah pihak bank kurang dalam memberikan uang atau memang sudah diambil dari gepokan satu jutaan? Masih mengantri cukup panjang untuk putra dalam taman kebudayaan. Masih enam antrian. Capung-capung terbang rendah di atas kepala para penampil. Keringat mulai bermunculan di dahi dan di lengan. Suara aba-aba para Pinrung bersahut-sahutan seperti berlomba menjadi yang paling keras terdengar, seperti mencoba mengalahkan suara musik yang mengiringi tari-tarian. Udara kering dan hangat sesekali bertiup, sesekali membawa kesejukan. 

Para penjual buah kemasan dan es teh di atas kepala. Anak-anak yang kepanasan masuk ke taman-taman dan melaksanakan tugas mereka. Rumput yang terpanggang matahari munguarkan aroma yang khas. Payung-payung semakin banyak dimekarkan. Hari semakin panas. Mengantri di setiap taman menjadi sangat melelahkan buat mereka. Suara-suara mengecil seiring lelah dan cairan tubuh yang menguap. Kaki yang kepanasan karena dibungkus kaos kaki dan sepatu hitam. Bu Anjas dan Bu Aenni datang membawa air mineral dalam botol-botol kecil. Mereka minum dan kembali mengantri. Duduk di atas rumput sambil sesekali mengobrol dengan teman-teman berharap barung lain cepat menyelesaikan tugas-tugasnya. 

Muka-muka yang gosong dan berkilau memantulkan cahaya matahari dari lelehan keringat di dahi mereka. Seragam coklat-coklat Pramuka dengan setangan leher merah putih, peci hitam, atau topi Pramuka yang dipakai sedikit miring. Anak-anak yang sudah mulai kelelahan dan berharap mereka diganti atau pulang saja. Langit sesekali menampilkan warna kelabu yang membuat udara sedikit lebih sejuk. Aku makan siang dengan menu ayam geprek yang dilengkapi terong goreng. Minum es teh yang sangat dingin membuat kepalaku sedikit pusing. Namun, itu sangat menyegarkanku yang dari tadi kepanasan di lapangan. Perutku rasanya terlalu penuh. Susah sekali duduk bersila dengan santai. Ini adalah pertanda yang sangat jelas kalau aku perlu menurunkan berat badanku. 

Aku kesulitan duduk bersila sehingga aku duduk di undakan keramik di samping ruang yang dipakai barung lain, tepatnya di jalan terobosan menuju lapangan. Kartu kendali telah ditanda tangani. Ibu-ibu duduk di depan ruangan menantikan anak-anak mereka selesai berkeguatan. Para ibu guru mengobrol serius menentukan ukuran kebaya yang akan mereka pesan di aplikasi jual-beli elektronik untuk mereka kenakan nanti di Hari Kartini. Pak Jamal keluar ruangan setelah makan siang dan pulang untuk melanjutkan acara yang lainnya. Sepeda motor terparkir berserakan di halaman gedung Madin Kenteng. Anak-anak keluar masuk pintu tembusan lapangan membawa aneka jajan murah meriah dari para pedagang di lapangan. 

Nilai-nilai telah dicatat dan menunggu dirilis panitia. Mukaku licin karena berminyak. Beberapa perempuan melaksanakan solat dalam ruangan. Aku membuang sekresek besar sampah. Tiba saatnya pulang. Sisa-sisa makanan. Para ibu guru yang terlihat seperti anak SMA. Sisa makanan dan kresek kuning. Aku pulang lewat jembatan arah stadion sepak bola. Satu yang aku sukai saat lewat jalan ini adalah pepohonan di kanan-kiri jalan yang sangat rindang. Suasananya sejuk. Berkendara pelan-pelan di jalan ini rasanya nikmat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan. 

Direktori Kenalan di MTs N 2 Banjarnegara

Hari ini aku mengenal beberapa orang di MTs N 2 Banjarnegara:  Ibu Anti. Guru bahasa Inggris. Penulis soal ANBK. Berasal dari Kendal. Ngekos di sekitar lokasi madrasah. Bisa bawa motor sendiri. Mudah akrab dengan orang-orang. Lulusan Unnes. Punya rencana menikah di waktu dekat ini. Berangkat ke kantor nyangking rames. Ibu Vita. Guru Bahasa Jawa. Berasal dari Talunamba, Kec. Madukara. Sebelum menjadi guru, dulu bekerja sebagai seorang perangkat desa. Lumayan bisa main gamelan. Lulusan Unnes. Sepertinya suka nyanyi.  Ibu Alta/Annisa. Guru BK. Berasal dari Susukan. Bisa nyanyi.  Ingin mengubah citra Guru BK sebagai guru yang ramah dan penuh cinta.  Ibu Sofie. Guru SKI. Berasal dari Purbalingga. Tidak bisa naik sepeda motor sendiri. Ijazahnya adalah pendidikan sejarah. Lulusan UIN Saizu Purwokerto. Bapak Wahyu. Kepala Tata Usaha MTs N 2 Banjarnegara. Tinggi dan tenang pembawaannya. Asal dari Mandiraja.  Bapak Wangit. Waka Kurikulum. Orangnya ceplas-ceplos. Asal dar...

Pesta Siaga dan Keresahan yang Kurasakan

Aku tahu bahwa maksud pelaksanaan pesta siaga bertujuan baik, yaitu sebagai sarana pembentuk karakter siswa. Namun, praktik yang kutemukan justru membuatku muak. Hal-hal yang membuat aku muak antara lain:  Pertama, di sekolah tempatku bekerja tak ada ekstrakurikuler Pramuka. Anak-anak hanya dilatih saat akan ada acara pesta siaga saja. Selain itu tak ada latihan apapun atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Pramuka. Serba instan. Inilah yang aku tak suka.  Kedua, fokus sekolah adalah meraih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah. Itulah mengapa yang dipilih adalah anak-anak terbaik. Jika memang tujuan awal adalah pembentukan karakter harusnya siapapun yang ingin mengikutinya boleh-boleh saja diikutsertakan. Jika peserta yang boleh ikut dibatasi, paling tidak sekolah memfasilitasi anak-anak lain yang tak kebagian jatah dengan kegiatan lain yang juga fokus dalam pembentukan karakter.  Ketiga, latihan dilakukan saat jam pelajaran. Ini sangat mengganggu kegiatan pembela...