Hari ini hujan turun sejak dini hari. Mau berangkat sekolah jadi ogah. Tapi, tugas tetap tugas. Aku berangkat menembus sisa-sisa hujan yang masih ngremun. Aku pakai kaos lengan panjang dan celana olah raga, tanpa jaket. Tasku basah sesampainya di sekolah. Kupakai sepatuku dan bersiap melaksanakan tugas-tugasku. Aku membuat soal di google form sambil menunggu bel masuk dibunyikan, yang tak jelas jadwal pastinya.
Hari ini, fokusku adalah melatih Elma bertutur untuk persiapan mengikuti seleksi tingkat kecamatan. Kelasku, kelas 5, hari ini pelajaran olah raga bersama M. Jamali di jam pertama sehingga aku bisa fokus melatih Elma bertutur. Elma membawakan Legenda Tampomas dengan gayanya yang riang dan suara kekanakannya. Dua bagian dari teks yang kupersiapkan berhasil dia selesaikan hari ini. Besok, kalau ada kesempatan aku akan melatih bagian tiga.
Jam kedua aku membahas soal PAT tahun lalu bersama kelas 5. Tak ada yang istimewa. Biasa saja. Teknisi WIFI datang memindahkan router, mengantar siswa ke Ciledok, mengantar siswa Lemah Abang, dan menganyar siswa ke Sigedang. Membahas kostum Elma. Unggah video ke Youtube bahkan di rumah juga. Anjangsana ke rumah Nafis. Melihat proses pembuatan sapu ijuk. Makan mie ayam di pinggir jalan. Pulang dan beristirahat. Tahlilan. Ya, begitulah.
Yang cukup menarik hari ini adalah anjangsana ke rumah Nafis yang sakit selama tiga hari. Ini menarik karena beberapa guru menanggapinya dengan candaan yang cukup menggelitik. Ya, mereka juga pernah sakit dan mungkin lebih lama. Namun, tak ditengok sampai berangkat lagi ke sekolah. Anjangsana ini diinisiasi oleh kepala madrasah yang membuat hal ini jadi menyebalkan buat guru-guru yang lain. Sudah lama keputusan-keputusan yang diambil kepala madrasah membuat jengkel guru-guru kami. Yah, mau bagaimana lagi. Kemampuan menejerialnya benar-benar payah.
Di rumah Nafis ada usaha pembuatan sapu dari bahan yang tak dipakai yaitu sabut kelapa. Ada mesin pemarut sabut kelapa yang menghasilkan sabut halus dan serbuk dari sabut kelapa yang bisa digunakan sebagai bahan pupuk organik atau media tanam. Kata M. Jamali yang mengobrol cukup lama dengan ayah Nafis, itu usaha milik desa. Di Ampelsari usaha apa yang dimiliki desa? Atau di Rakitan? Entahlah.
Kami lanjutkan dengan mengobrol di kedai mie ayam di pinggir jalan. Di sini seperti nostalgia saja. Kami mengobrolkan banyak hal. Mulai dari pekerjaan hingga makanan. Kami mengutarakan ketidakpuasan kami terhadap kepemimpinan Nina Zuraida. Yah, tapi kami pun hanya orang-orang biasa. Kami butuh pemimpin yang bisa memotivasi dan membimbing kami agar memberikan yang terbaik dari potensi kami. Singkatnya, kami mengeluh satu sama lain. Tanpa tahu apa yang bisa kami lakukan.
Obrolan kami terjebak pada mengeluhkan masalah. Kami tak berusaha menemukan solusinya. Ya, kami punya masalah masing-masing yang juga perlu diselesaikan. Sehingga mencoba memikirkan solusi dari masalah yang bukan masalah kami masing-masing terasa seperti beban tambahan buat kami. Itulah mengapa dalam pandanganku, kepemimpinan yang kuat adalah kunci keberhasilan suatu lembaga pendidikan. Tanpa kepemimpinan yang kuat orang-orang di dalam suatu organisasi atau lingkungan kerja hanya akan berjalan ke arah tujuannya masing-masing. Tak ada tujuan bersama yang jelas sehingga berjalan sendiri dengan tujuan sendiri jauh lebih baik dari pada terdiam di persimpangan jalan.
Kami membutuhkan visi seorang pemimpin. Ini bukan omong kosong semata yang disampaikan dalam pidato-pidato sambutan. Visi seorang pemimpin adalah pandangan pemimpin akan masa depan sebuah lembaga, dengan kata lain: tujuan sebagai petunjuk jalan. Tanpa visi semuanya buyar. Kami membutuhkannya karena kami tak menemukannya pada diri seorang Nina Zuraida. Dia terlalu fokus pada tujuan-tujuan jangka pendek sehingga visinya akan masa depan sangat kabur atau bahkan mungkin malah tidak ada. Alih-alih mencari solusi yang bersifat jangka panjang, dia lebih senang mengeluh dan mencari solusi cepat yang bertahan sekali pakai. Aku bisa ambil contoh mudah: Nina tak mau memberi tugas apapun lagi kepada Siti karena menurutnya Siti selalu menolak tugas yang diberikan olehnya. Nina lebih suka melempar tugas itu kepada guru lain. Alih-alih mencari akar masalah mengapa Siti tak mau melakukan tugas darinya, Nina mengambil jalan pintas: melempar tugas ke guru lain. Dia tidak berusaha membangun saling pengertian dan kerja sama yang baik. Padahal itu adalah tugas dasarnya: membuat keputusan dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi di lembaganya. Dia tidak mempertimbangkan masa depan, dia terus menerus enggan memberikan tugas kepada Siti dan melemparnya ke guru lain, dan jika hal ini terus dilakukan, ketidakpuasan akan tumbuh dalam diri guru-guru di lembaganya. Visi. Visi seorang pemimpin. Itulah yang kami butuhkan saat ini.
Komentar
Posting Komentar