Apa yang Paling Kamu Idamkan?
Aku kendarai sepeda motorku dengan kecepatan sedang, mencoba sedikit menikmati apa yang disajikan perjalanan: kesibukan, kehangatan, kebisingan, dan pepohonan. Orang-orang mulai keluar rumah menuju aktivitasnya masing-masing. Matahari menghangatkan hati kami di tengah deru kendaraan dan peluit tukang parkir di pinggir jalan. Pepohonan selalu menawarkan keteraturan yang puitis kepada mataku dan mataku selalu sulit menolaknya.
Apa yang engkau idamkan biasanya sekaligus membawa masalah buatmu. Rumah yang engkau idamkan akan menjadi rumah yang nantinya kau akan berurusan dengan perawatannya, pembersihannya, dan pengeluaran biayanya. Pekerjaan yang kau idamkan akan menjadi pekerjaan yang nantinya kau bergelut dengan target-target, tekanan atasan, rekan yang berbeda paham, dan kemonotonannya. Ya, masalah kita datang dari apa yang kita anggap penting: apa yang kita idamkan.
Sebagai guru, aku mengidamkan sekolah yang kondusif untuk pengembangan bakat dan pengetahuan bagi semua yang terlibat di dalamnya. Rekan kerja yang suportif dan kolaboratif, siswa yang kritis dan bermoral, serta sarana dan prasarana yang memadai adalah ciri-ciri sekolah yang kondusif menurutku, dan inilah yang kuidamkan. Namun, apa yang kita idamkan seringkali harus kita usahakan sendiri dengan gigih. Ia tak datang sendiri ke dalam kehidupan kita. Rekan-rekan kerjaku bukan rekan kerja yang suportif, setidaknya hanya beberapa saja yang lumayan suportif. Siswa-siswa kurang mampu berpikir kritis meskipun mereka cenderung tergolong siswa bermoral. Sekolah tempatku bekerja minim fasilitas. Apa yang bisa kulakukan untuk mewujudkan sekolah idamanku yang kondusif? Aku hanya bisa melakukan tugas-tugasku sebaik mungkin dengan ikhlas. Aku tak punya kemampuan untuk mengubah orang lain, sistem, atau lingkunganku. Yang mungkin bisa kulakukan adalah mengelola keuangan dengan baik agar mampu menyediakan fasilitas pendidikan secara bertahap. Tapi, ini pun hanya sebatas besar anggaran yang kami miliki. Dengan kegiatan yang begitu padat, hanya tersisa sedikit dana untuk pelan-pelan menambah fasilitas sekolah. Ya, inipun benar-benar sangat pelan-pelan. Mungkin aku kurang berusaha atau barangkali aku memang tidak mampu menciptakan sekolah kondusif idamanku. Meskipun berat, aku menerima dengan sadar dan ikhlas bahwa memang kemampuanku sangat terbatas. Untuk menciptakan sekolah kondusif idamanku itu, aku membutuhkan banyak orang yang bekerja bersamaku. Namun, apakah aku memiliki kemampuan untuk menyatukan orang-orang agar mereka bekerja bersamaku menciptakan sekolah idamanku? Aku ragu. Aku belum pernah mencobanya. Mungkin aku bisa belajar dari sekarang, tapi aku tahu aku harus menyiapkan diriku untuk ikhlas jika apa yang kuidamkan tak terwujud bahkan mungkin tak tersentuh.
Istirahat Paling Baik
Istirahat paling baik adalah istirahat dari aktivitas yang tidak kita sukai dengan melakukan aktivitas yang kita sukai. Rekan kerjaku mungkin menganggap aku tidak menggunakan waktu istirahatku dengan baik karena harus menjaga perpustakaan saat jam istirahat. Namun, harusnya itu adalah istirahatku dan aku tak boleh merasa lelah.
Minggu, 27 April 2025, yang harusnya adalah hari libur juga aku gunakan untuk pergi ke sekolah. Aku tak mengambil liburku. Hari ini, RT 01 Pucungsari memberi tiang dan lampu untuk penerangan halaman MI GUPPI Rakitan. Aku ikut membantu pemasangan tiang lampu itu.
Sebenarnya, tujuanku ke MI GUPPI Rakitan adalah untuk menemani Pak Japar memasang CCTV di sekolah. Ada dua. Yang satu, kupasang di depan kelas 1 tepat di halaman yang bisa menyorot semua sudut halaman sekolah. Yang satunya lagi kupasang di dalam kantor. Pemasangannya cukup lama. Tapi satu CCTV telah berhasil dipasang sebelum azan zuhur. Satu lagi mungkin baru bisa dipasang sekitar pukul 15.00 WIB. Tapi, biarlah.
Selain memasang CCTV, aku juga menanam tanaman pisang di belakang musala. Satu jenis pisang kepok baru dan satunya lagi pisang jari monyet. Aku tahu, Juni nanti mungkin aku tak lagi bertugas di madrasah ini, namun biarpun begitu, aku tak masalah menanam beberapa tanaman seperti pisang dan alpukat. Ya, biarpun mungkin aku tak akan menikmati hasilnya, aku senang jika apa yang aku tanam kelak bisa bermanfaat untuk orang lain.
Hari ini sangat terik. Bajuku basah oleh keringat setelah aku menanam tanaman pisang di belakang musala. Aku tak menyirami pisang-pisang yang kutanam itu, dan tak tahu apakah mereka akan mampu bertahan atau tidak dari terik matahari yang begitu membakar ini. Besok aku akan lihat apakah mereka baik-baik saja atau tidak. Aku hanya sedikit memberi peneduh dengan daun salah yang sudah kubersihkan durinya sekaligus untuk menandai bahwa tanaman pisang itu sengaja ditanam agar orang tak merusaknya untuk pakan kambing.
Berada di sekolah saat tak ada siswa rasanya berbeda sekali dengan hari-hari biasa yang dipenuhi kebisingan suara dan tingkah-polah mereka yang kadang bikin naik darah. Rasanya damai. Kunikmati es teh dingin yang tak terlalu manis dan sebungkus nasi padang.
Ini adalah istirahatku dari hal yang tidak aku sukai: mengajarkan hal yang tidak aku kuasai dengan baik. Istirahatku: melakukan hal-hal yang aku suka: menambah koleksi perpustakaan, menanam pohon, mengembangkan fasilitas madrasah, menulis, dan membaca. Secara fisik aku tidak beristirahat seharian penuh. Bahkan mungkin aku tidak akan tidur siang. Namun, secara mental aku telah melakukan hal-hal yang aku sukai. Aku bahkan sempat bermain dengan Nabil di pagi hari. Bermain bola dengan menendangnya ke kain gorden secara bergantian. Ini sangat menyenangkan.
Komentar
Posting Komentar