Langsung ke konten utama

Bisakah Kita Membalas Kebaikan Orang Tua?

Hari ini, bersama istri, aku ke sekolah bertemu para guru untuk menyalurkan honor mereka yang telah tiga bulan tak tersalurkan. Dalam perjalanan kami mampir ke alfamart untuk membeli jajan kalengan untuk kami berikan ke nenek kami di Gemuruh. 

Setelah urusan di kantor selesai, kami berangkat ke rumah nenek kami lewat jalan baru Banjarmangu. Perjalanan cukup jauh dengan cuaca panas dan udara berdebu. Aku menutup helmku agar debu di udara tak menerpa wajahku. Jalan cukup lengang sehingga aku bisa memacu motorku cukup kencang. Sampai di rumah nenekku, kami memarkirkan motor di depan musala karena di halaman rumah nenek kami sedang digunakan untuk menjemur padi. 

Kami kesulitan masuk rumah karena semua jalan terhalang hamparan padi yang sedang dijemur. Dalam hati aku berucap, alhamdulillah nenek tidak kekurangan beras berarti. Aku masuk ke rumah nenek dan memberikan jajan kalengan yang aku beli di alfamart. Saat lebaran biasanya cucu-cucu nenek datang ke rumah nenek dan berkumpul di sana. Jajan yang aku belikan itu maksudnya adalah untuk persiapan lebaran. Aku duduk di kursi panjang. 

Kami mengobrol seperti biasa: menceritakan keseharian dan kondisi orang-orang di rumah. Saat itulah nenek bercerita bahwa harga gabah sedang turun drastis. Sudah beberapa hari ini ia hanya makan nasi tanpa lauk apapun. Sebenarnya ia bisa menjual sebagian gabahnya untuk membeli keperluan lain. Tapi, dengan harga gabah yang demikian rendah, nenek tak mau menjualnya. Ia lebih memilih menyimpannya dan memberikannya untuk cucu dan anak-anaknya yang datang berkunjung. Aku paham mengapa nenek tak mau menjual gabahnya. 

Bayangkan saja lelahnya membajak sawah, menanam padi, menyianginya, memanen, menjemur, hingga siap dijual, butuh usaha yang ekstra melelahkan. Aku tahu karena aku juga pernah menemani nenek melakukan hal-hal itu. Ya, hanya menemani. Namun itu saja sudah melelahkan buatku. Di bawah teriknya matahari tubuh terasa terpanggang. 

Jangan bayangkan sawah hijau selalu menghadirkan kesejukkan. Tidak. Bekerja menyiangi padi-padi hijau itu benar-benar melelahkan. Nenek tentu saja tak mau usahanya berlelah-lelah menanam hingga memanen padi dihargai sangat murah dan memberi keuntungan besar pada tengkulak yang bukan siapa-siapa. Nenek lebih memilih anak dan cucu-cucunya menikmati hasil kerjanya. 

Aku pun tergerak untuk memberi sebagian uang untuk nenek agar nenek bisa membeli lauk pauk untuk makan. Agar nenek bisa makan bukan cuma pakai nasi saja tapi ada lauk di piringnya. Namun, rupanya nenek tak mau kalah. Ia minta kakek pergi ke kebun. 

Aku menyusul kakek ke kebun. Di kebun, kakek sedang menebang pohon pisang yang sudah berbuah sangat bagus. Nenek mau memberikan pisang itu kepadaku. Semuanya. Tak sampai di situ, nenek juge menyuruh kakek untuk memetik buah pepaya yang besar-besar untuk aku bawa pulang. Begitulah orang tua. Aku jadi menyadari kalau bagaimanapun kita mencoba membalas kebaikan orang tua, kita akan selalu kalah dari mereka. 

Mereka benar-benar memberikan apa yang mereka punya untuk kita namun seringkali kita hanya memberi untuk mereka sebagian kecil saja dari apa yang kita punya. Suasana panas terik dan udara yang kering membuat aku ingin segera pulang. Pisang dan pepaya yang telah dipetik dimasukkan dalam karung dan aku letakkan di bagian depan jok motor. 

Aku berpamitan kepada kakek dan nenek hendak pulang. Namun, rupanya nenek masih punya pemberian lain, dia memberikan beras di dalam kantong keresek besar dan entah apa lagi yang ada di dalamnya. Aku tak pernah menolak pemberian nenek sebab aku tahu nenek justru sangat tidak senang kalau pemberiannya ditolak oleh cucu-cucunya. Ya, seperti itulah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan. 

Direktori Kenalan di MTs N 2 Banjarnegara

Hari ini aku mengenal beberapa orang di MTs N 2 Banjarnegara:  Ibu Anti. Guru bahasa Inggris. Penulis soal ANBK. Berasal dari Kendal. Ngekos di sekitar lokasi madrasah. Bisa bawa motor sendiri. Mudah akrab dengan orang-orang. Lulusan Unnes. Punya rencana menikah di waktu dekat ini. Berangkat ke kantor nyangking rames. Ibu Vita. Guru Bahasa Jawa. Berasal dari Talunamba, Kec. Madukara. Sebelum menjadi guru, dulu bekerja sebagai seorang perangkat desa. Lumayan bisa main gamelan. Lulusan Unnes. Sepertinya suka nyanyi.  Ibu Alta/Annisa. Guru BK. Berasal dari Susukan. Bisa nyanyi.  Ingin mengubah citra Guru BK sebagai guru yang ramah dan penuh cinta.  Ibu Sofie. Guru SKI. Berasal dari Purbalingga. Tidak bisa naik sepeda motor sendiri. Ijazahnya adalah pendidikan sejarah. Lulusan UIN Saizu Purwokerto. Bapak Wahyu. Kepala Tata Usaha MTs N 2 Banjarnegara. Tinggi dan tenang pembawaannya. Asal dari Mandiraja.  Bapak Wangit. Waka Kurikulum. Orangnya ceplas-ceplos. Asal dar...

Pesta Siaga dan Keresahan yang Kurasakan

Aku tahu bahwa maksud pelaksanaan pesta siaga bertujuan baik, yaitu sebagai sarana pembentuk karakter siswa. Namun, praktik yang kutemukan justru membuatku muak. Hal-hal yang membuat aku muak antara lain:  Pertama, di sekolah tempatku bekerja tak ada ekstrakurikuler Pramuka. Anak-anak hanya dilatih saat akan ada acara pesta siaga saja. Selain itu tak ada latihan apapun atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Pramuka. Serba instan. Inilah yang aku tak suka.  Kedua, fokus sekolah adalah meraih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah. Itulah mengapa yang dipilih adalah anak-anak terbaik. Jika memang tujuan awal adalah pembentukan karakter harusnya siapapun yang ingin mengikutinya boleh-boleh saja diikutsertakan. Jika peserta yang boleh ikut dibatasi, paling tidak sekolah memfasilitasi anak-anak lain yang tak kebagian jatah dengan kegiatan lain yang juga fokus dalam pembentukan karakter.  Ketiga, latihan dilakukan saat jam pelajaran. Ini sangat mengganggu kegiatan pembela...