Langsung ke konten utama

Sabtu, 22 Februari 2025

Aku banyak menghabiskan waktuku di depan layar dengan berselancar di Facebook dan Youtube. Masih sama seperti kemarin, informasi yang kudapatkan masih seputar "Indonesia gelap" atau "kabur aja dulu" yang memang sedang santer di media sosial. Sesekali, aku terjebak video-video singkat yang sangat menarik perhatian tapi hanya berlalu begitu saja. Ini seperti bayangan-bayangan pohon di kaca jendela kereta api yang melaju cepat. Tak membekas. Tak berefek positif pada hidupmu. Tapi, mereka ada. Pukul 00.40 selesai menonton anime. Masih saja tak bisa lepas dari media sosial. Entahlah apakah ini memang benar-benar tak bisa lepas, atau hanya kurangnya kemampuan saja. 

Lagi-lagi entahlah. Aku benar-benar tak mengerti. Bukankah kita akan mati? Lalu, bukankah pada akhirnya semua ini akan benar-benar tak penting? Suara gemuruh di langit malam menggetarkan kaca jendela. Kesunyian dan bunyi serangga. Tubuh yang berkeringat. Udara hangat seperti pertanda akan segera turun hujan. 

Di sekolah aku mengajarkan simpul kembar menggunakan tambang. Simpul itu mungkin tak akan berguna buat mereka kelak. Tapi, siapa yang tahu. Mengajarkan simpul itu membuatku memikirkan apakah sebaiknya kita benar-benar berusaha hanya mengajarkan hal-hal yang penting saja buat mereka atau sebaiknya kita mengajarkan semua hal pada mereka dan biarkan masa depan yang akan menjawab apakah hal itu berguna kelak atau tidak. Kita sibuk mencari-cari manfaat di balik apa yang kita ajarkan meski terkesan terlalu memaksakannya. Mengapa tidak mencari hal-hal yang bermanfaat praktis sekaligus teoritis? 

Dulu, aku ikut aktif menjadi pengurus Pramuka di SMA hanya karena ikut-ikutan. Aku sadar aku memperoleh banyak manfaat darinya. Aku sadar aku belum melakukannya dengan benar. Saat menjadi seorang guru, aku jadi tahu kurikulum di Pramuka sangat bagus. SKK misalnya, di dalamnya ada banyak keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai siswa. Satu hal yang baru adalah Pramuka Garuda. Untuk dapat dilantik menjadi Pramuka Garuda, seorang harus lulus SKU dan SKK. Kalau itu benar-benar dilakukan dengan serius, aku rasa pendidikan karakter bukan omong kosong belaka. Tapi, nyatanya yang terjadi adalah pemalsuan-pemalsuan karena keterdesakan. Anak-anak yang tak pernah diuji SKU dan SKK-nya tiba-tiba saja sudah dinyatakan lulus. Mereka bahkan menggunakan hasta karya buatan kakak kelas mereka untuk syarat pelantikan Pramuka Garuda. Bukankah ini sama saja mengajarkan ketidakjujuran kepada generasi yang masih bertumbuh ini? Padahal, sebenarnya apa yang ada di SKU dan di SKK sangat bagus. Syarat-syarat menjadi Pramuka Garuda juga sangat bagus. Tapi, mengapa pelaksanaannya seperti ini? 

Pesta Siaga juga sama saja. Latihan-latihan dilakukan saat jam pelajaran dan guru-guru mengabaikan siswa lain yang takenjadi peserta Pesta Siaga. Mereka hanya diberi tugas setelah itu ditinggalkan begitu saja. Rasanya, ini seperti ketidakadilan. Mengapa tidak mengambil waktu khusus di luar jam pembelajaran? Karena guru-guru tentu saja tak mau menambah jam tugas mereka. Buat apa menambah jam tugas. Mereka saja tidak diperhatikan kesejahteraannya. Bagaimana mungkin mereka akan bersemangat meluangkan waktu tanpa ada tambahan penghasilan. Apakah harus mendorong mereka dengan kata-kata motivasi seperti keikhlasan akan dibalas dengan pahala dan sebagainya? Kurang ikhlas apa mereka setiap hari mengajar dengan bayaran yang begitu kecil. Guru adalah profesi. Harusnya diperlakukan dengan profesional. 

Apakah yang menciptakan siklus ini? Apakah kinerja guru yang buruk lantas membuat mereka digaji kecil yang pada akhirnya mendorong mereka untuk tak mau belajar menjadi lebih baik. Atau sebaliknya, apakah karena mereka digaji terlalu kecil sehingga menampilkan performa yang begitu buruk padahal mereka mampu melakukan yang lebih baik? 

Kamu, jangan lupa untuk menikmati momen-momen di sekitarmu, artinya momen-momen sekarang. 

01.12 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan. 

Direktori Kenalan di MTs N 2 Banjarnegara

Hari ini aku mengenal beberapa orang di MTs N 2 Banjarnegara:  Ibu Anti. Guru bahasa Inggris. Penulis soal ANBK. Berasal dari Kendal. Ngekos di sekitar lokasi madrasah. Bisa bawa motor sendiri. Mudah akrab dengan orang-orang. Lulusan Unnes. Punya rencana menikah di waktu dekat ini. Berangkat ke kantor nyangking rames. Ibu Vita. Guru Bahasa Jawa. Berasal dari Talunamba, Kec. Madukara. Sebelum menjadi guru, dulu bekerja sebagai seorang perangkat desa. Lumayan bisa main gamelan. Lulusan Unnes. Sepertinya suka nyanyi.  Ibu Alta/Annisa. Guru BK. Berasal dari Susukan. Bisa nyanyi.  Ingin mengubah citra Guru BK sebagai guru yang ramah dan penuh cinta.  Ibu Sofie. Guru SKI. Berasal dari Purbalingga. Tidak bisa naik sepeda motor sendiri. Ijazahnya adalah pendidikan sejarah. Lulusan UIN Saizu Purwokerto. Bapak Wahyu. Kepala Tata Usaha MTs N 2 Banjarnegara. Tinggi dan tenang pembawaannya. Asal dari Mandiraja.  Bapak Wangit. Waka Kurikulum. Orangnya ceplas-ceplos. Asal dar...

Pesta Siaga dan Keresahan yang Kurasakan

Aku tahu bahwa maksud pelaksanaan pesta siaga bertujuan baik, yaitu sebagai sarana pembentuk karakter siswa. Namun, praktik yang kutemukan justru membuatku muak. Hal-hal yang membuat aku muak antara lain:  Pertama, di sekolah tempatku bekerja tak ada ekstrakurikuler Pramuka. Anak-anak hanya dilatih saat akan ada acara pesta siaga saja. Selain itu tak ada latihan apapun atau kegiatan apapun yang berkaitan dengan Pramuka. Serba instan. Inilah yang aku tak suka.  Kedua, fokus sekolah adalah meraih prestasi untuk mengharumkan nama sekolah. Itulah mengapa yang dipilih adalah anak-anak terbaik. Jika memang tujuan awal adalah pembentukan karakter harusnya siapapun yang ingin mengikutinya boleh-boleh saja diikutsertakan. Jika peserta yang boleh ikut dibatasi, paling tidak sekolah memfasilitasi anak-anak lain yang tak kebagian jatah dengan kegiatan lain yang juga fokus dalam pembentukan karakter.  Ketiga, latihan dilakukan saat jam pelajaran. Ini sangat mengganggu kegiatan pembela...