Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2022

Apakah Kita Benar-Benar Sendirian

  Aku duduk di alun-alun Banjarnegara setelah pulang kerja. Sendirian. Apakah aku benar-benar sendirian? Langit kelabu di atas kepalaku. Menara masjid menjulang di kejauhan. Seperangkat gamelan ditata di belakangku. Mungkin nanti malam akan ada konser gamelan, atau mungkin latihan. Tiang bendera dan talinya. Lantai alun-alun dengan motif kotak-kotak yang melingkar. Rumput yang basah dan pepohonan dengan dedaunan hijau tua, juga dikejauhan. Seorang wanita muda duduk menanti temannya. Aku berjalan ke arahnya saat dia menolehkan wajahnya ke arahku meski bukan bermaksud melihatku tentu saja. Aku duduk di dekatnya. Kuletakkan tas punggungku yang berat yang berisi pekerjaan-pekerjaan yang juga berat, yang untungnya bisa kunikmati. Tubuhku begitu dingin hingga aku memakaikan tudung jaket ke kepalaku. Kakiku juga sama dinginnya hingga ia bersembunyi di balik tas punggungku. Aku suka menyendiri. Tapi, apakah kita bisa benar-benar sendirian? Mungkin kita tak akan pernah benar-benar bisa send...

Menjadi Masa Bodoh dan Tetap Bahagia

  Aku duduk di emperan toko swalayan sambil mengetik di smartphone-ku. Sesekali aku memandang ke arah perempatan jalan tempat hilir mudik kendaraan yang sedang menembus hujan. Anak-anak SMA memakai seragam pramuka berteduh di sini, menunggu jemputan. Sesekali mereka tertawa-tawa. Aku memandang hujan yang menetes deras di permukaan aspal, sebagian membentuk genangan air di sana-sini, sebagian memercik ke wajahku. Di genangan itu, melintas bayangan orang-orang yang hendak pulang atau menuju ke suatu tempat entah di mana. Tiang listrik, pohon kersen, dan lampu lalu lintas diam seperti membeku. Hampir jam empat sore. Aku masih ingin menulis apa yang kupikirkan, tapi sepertinya aku harus pulang dulu.  Apa yang kupikirkan kala itu adalah hasil dari perjalananku menempuh pendidikan hingga lulus perguruan tinggi. Ada satu bentuk kesyukuran yang kerap merambat ke pikiran dan hatiku, yaitu rasa sukur bahwa aku mampu menikmati hal-hal kecil yang mungkin tak bisa dinikmati oleh orang lain...

Becer

Membeli persediaan barang-barang, baik untuk konsumsi keluarga atau untuk dagangan dalam bahasa Jawa di sini disebut becer. Aku sering disuruh becer sama mertuaku. Biasanya, setelah aku pulang kerja, dia kirim pesan menyuruhku mengambilnya. Biasanya, yang dibelinya adalah barang-barang untuk persediaan warung, misalnya rokok, jajanan, sampo, beras, sabun, dan sebagainya.  Kali ini aku bawa beras dan macam-macam jajanan yang dibungkus dalam satu kardus. Di sini langit tidak terlalu mendung sehingga aku tidak meminta pelayan toko membungkus sekarung berasku dengan plastik. Tapi, saat aku keluar dari toko dan mampir beli juz alpukat, gerimis turun.  Aku segera bergegas pulang sebelum gerimis menderas menjadi hujan. Sampai di Silembied, hujan mulai deras. Aku masih berani menerjang. Namun, lewat Silembied, tepatnya di tikungan dekat toko Mustamil, aku tak berani lagi menerobos hujan. Pasalnya, selain membawa beras, aku juga membawa laptop dalam tasku. Dari pada laptopku kenapa-ken...

Anjangsana Ke Ponpes

Permasalahan antara madrasah dan ponpes itu sebenarnya terjadi sudah lama. Masalahnya berkaitan dengan program madrasah, yaitu program antar siswa setelah pulang sekolah. Orang tua yang tidak sempat menjemput anaknya tinggal mengabari kami agar nanti kami yang mengantar anaknya pulang.  Hari ini aku pergi ke pondok pesantren baru di Sabrang Tengah. Ada satu permasalahan antara madrasah dengan pesantren itu yang membuat aku harus ke sana. Aku, Pak Ifin, dan Kamad naik motor melewati jalan yang rusak dengan aspal yang tinggal tersisa di tengah jalan saja.  Dalam satu hari biasanya kami harus mengantar kurang lebih 5 -  6 anak menggunakan sepeda motor. Karena menggunakan sepeda motor maka kami tak bisa mengantar mereka sekaligus dan mereka harus sabar mengantri. Setelah ada siswa kami yang mondok di ponpes, jumlah siswa yang harus kami antar bertambah tiga kali lipat.  Siswa yang mondok cukup banyak dan mereka tak dijemput oleh pihak ponpes. Padahal siswa dari sekolah l...

Kaca Mata

Aroma tak membutuhkan mata. Dalam hidupnya yang singkat mereka menjerat ibu yang tak punya pertahanan. Kaca mataku mengikutinya masuk ke pikiran orang-orang yang berjalan tergesa. Menuju pasar pagi. Aku duduk di samping pohon yang daun-daunnya masih sayu belum disepuh matahari. Nanti mereka akan bercinta terang-terangan saat pasar mulai sepi. Tidak seperti sepasang kekasih yang tadi malam berbagi kenikmatan dalam gubuk beratap seng yang doyong di trotoar jalan. Dalam malam yang begitu dingin mereka begitu panas. Hanya tubuh mereka yang belum dicengkeram kuku-kuku kekuasaan. Jadi, mengapa tak dimanfaatkan sebaik-baiknya?

Ke Rumah Sakit

Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin sehat. Istriku pun demikian. Kami berangkat pukul 6.30 agar antrian belum terlalu panjang. Selama hidupku, baru sekali aku berobat ke rumah sakit. Kalau mengantar teman atau saudara sudah sering. Ternyata istriku sama saja, ini kali pertama dia berobat ke rumah sakit.  Sebenarnya aku tak suka berobat ke rumah sakit. Antriannya panjang dan harus menunggu lama. Siapa, sih, yang suka mengantri? Meskipun sebenarnya secara tak sadar kita juga sedang mengantri. Mengantri untuk mati. Haha Suara seorang wanita pemanggil otomatis bersahutan satu sama lain. Ting tung. Nomor antrian....... Suaranya mekanis sekali. Sesekali diselingi suara dari wanita sungguhan. Kami menunggu. Suara printer menjerit-jerit, critt ciitt crittt critt, diikuti kertas antrian yang diberikan buat pasien yang akan mengantri.  Orang-orang duduk di kursi tunggu berderet-deret. Mengobrol dengan orang di sampingnya atau diam sambil menyimak smartphonenya ...