Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2025

Memaknai Gelar Sarjana Pendidikan

Pengembangan diri sebenarnya tidak terbatas. Apalagi di era sekarang. Kita bisa mempelajari apa saja yang kita mau. Namun, kita sendirilah yang kerap membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk terus berkembang. Memaknai Gelar Sarjana Pendidikan Aku mendapat gelar sarjana pendidikan tahun 2020. Perjuanganku mendapat gelar ini tentu tak seberat PLP para pahlawan mengusir penjajah. a mendapat gelar sarjana pendidikan sebenarnya hanyalah perjuangan melawan diri sendiri. Aku menaklukkan kantukku sendiri untuk bangun pagi-pagi mengetik skripsi. Aku menaklukkan rasa sungkanku agar bisa berwawancara dengan sumber-sumber dataku. Aku menaklukkan rasa lelahku untuk bisa pulang pergi Banjarnegara-Semarang. Aku menaklukkan rasa malasku yang suka menunda-nunda. Setiap orang sebenarnya sama saja dalam hal menaklukkan dirinya sendiri. Dan, aku berbangga dengan perjuanganku ini. Sudah empat tahun sejak aku dinyatakan menjadi sarjana pendidikan. Sekarang aku mempertanyakan lagi bagaimana caraku memaknai ge...

Ganti Kurikulum Artinya Bisnis Buku Lagi

Pagi pukul 06.45 aku sampai di madrasah. Kulihat beberapa siswa kelas 2 sedang mengeluarkan buku-buku paket dari kelas mereka. Mereka ditemani Bu Japar, seorang petugas kebersihan madrasah. Aku lihat buku-buku itu tidak basah sehingga membuatku bertanya-tanya mengapa buku-buku itu dikeluarkan dari rak kelas mereka. Biasanya, buku-buku itu dikeluarkan dari kelas dan dijemur jika kena air hujan. Maklum, beberapa ruang kelas sering bocor jika hujan terlalu deras. Tapi, tadi malam tidak hujan. Lantas mengapa buku-buku itu dikeluarkan?  Dari dekat tercium bau semut yang terasa pedas di hidung. Rupanya, buku-buku paket milik kelas 2 telah menjadi sarang semut. Telur mereka sangat banyak dan berwarna putih. Mengapa sampai menjadi sarang semut? Karena madrasah kami dekat dengan kebun salak dan di kebun itu juga ada pohon kelapa yang biasanya menjadi sarang semut. Pelepah salak maupun pelepah kelapa sering menjulur hingga menyentuh tembok kelas sehingga semut-semut kerap marambat masuk kela...

Menetapkan Prioritas

T idurku larut sekali. Aku bangun agak kesiangan, sekitar pukul 05.30. Pagi yang lumayan dingin. Telah tersaji secangkir besar kopi hitam yang agak manis. Aku membaca satu judul artikel dalam buku Bukan 350 Tahun Dijajah karya GJ. Resink. Membaca pagi tanpa gangguan amat sulit bagiku. Hampir mustahil. Dan, hasilnya selalu nihil. Mungkin selalu. Jika bukan pagi-pagi buta, hal yang sangat sulit kulakukan. Kulanjutkan dengan makan tape goreng yang dibalut tepung. Manis bercampur kecut di lidah. Mengantar ibu ke pasar sering kulakukan setiap Minggu. Seperti Minggu ini. Parkir ramai sekali. Berderet-deret sepeda motor dari timur hingga barat pasar. Dalam satu lokasi bisa kuperkirakan ada hampir seratus motor. Jika tarif parkir Rp.2.000 maka satu lokasi mencapai Rp.200.000 ini baru hitungan jika satu titik sekali saja ditempati. Namun, nyatanya satu titik bisa ditempati berkali-kali. Wanita bercadar. Kakek tua berkaca mata dengan baju kusut dan peci klimis. Apakah aku akan setua itu. Tanpa g...

Sabtu, 22 Februari 2025

Aku banyak menghabiskan waktuku di depan layar dengan berselancar di Facebook dan Youtube. Masih sama seperti kemarin, informasi yang kudapatkan masih seputar "Indonesia gelap" atau "kabur aja dulu" yang memang sedang santer di media sosial. Sesekali, aku terjebak video-video singkat yang sangat menarik perhatian tapi hanya berlalu begitu saja. Ini seperti bayangan-bayangan pohon di kaca jendela kereta api yang melaju cepat. Tak membekas. Tak berefek positif pada hidupmu. Tapi, mereka ada. Pukul 00.40 selesai menonton anime. Masih saja tak bisa lepas dari media sosial. Entahlah apakah ini memang benar-benar tak bisa lepas, atau hanya kurangnya kemampuan saja.  Lagi-lagi entahlah. Aku benar-benar tak mengerti. Bukankah kita akan mati? Lalu, bukankah pada akhirnya semua ini akan benar-benar tak penting? Suara gemuruh di langit malam menggetarkan kaca jendela. Kesunyian dan bunyi serangga. Tubuh yang berkeringat. Udara hangat seperti pertanda akan segera turun hujan.  ...

Indonesia EMAS atau CEMAS?

Jumat, 21 Februari 2025; 23.56 | Sikasur Setiap kali aku membuka media sosial, entah mengapa ada secuil kepercayaanku yang hilang terhadap Indonesia. Mungkin bukan hanya aku, kalian juga merasakannya. Bagaimana tidak, setiap kali membuka medsos, yang pertama terpampang adalah berita mengenai para pemimpin negeri yang membuat kebijakan sesuka hati tanpa memikirkan rakyatnya. Tagar Indonesia gelap mulai merebak di mana-mana. Mahasiswa turun ke jalan. Media sosial menjadi ajang perang antara buzzer dan pembela rakyat. Tagar kabur aja dulu juga ramai di kalangan para pemuda.  Menurut mereka, hidup di negeri asing lebih menjanjikan dari pada di Indonesia sehingga lebih baik pergi merantau mencari penghasilan di negeri asing. Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tapi, bukankah dari dulu memang seperti ini? Bukankah para pemimpin kita memang dari dulu adalah orang-orang yang tamak dan haus kekuasaan, harta, dan jabatan? Apakah aku harus memperhatikan hal ini? Terkadang aku bertanya-tany...

Takziah

Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur.  Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan.