Cuaca cerah. Langit biru dan sedikit awan menghiasinya. Kamu duduk di serambi masjid. Sepanjang perjalanan tadi kamu melihat-lihat berbagai tanaman mulai dari pohon durian, pohon pisang, kersen, jambu, hingga tanaman padi di sawah. Ada satu keinginan kuat dalam dirimu bahwa kamu ingin memiliki kebun yang cukup luas untuk kamu tanami pepohonan. Kamu ingin melakukan berbagai macam percobaan di kebunmu. Menonton saluran-saluran pertanian di YouTube. Entah mengapa kamu suka sekali dengan pepohonan. Aku mengira hal itu terjadi karena masa kecilmu sangat dekat dengan alam. Tempat bermainmu adalah kebun dan hutan juga sawah atau ladang. Di belakang rumahmu ada hutan kecil dengan berbagai pepohonan: duku, rambutan, kelapa, mahoni, albasia, melinjo, bambu, kopi, dll. Pohon-pohon kopi di belakang rumahmu berbatang besar karena sudah puluhan tahun tumbuh di sana. Apalagi pohon-pohon yang lain. Kamu sering memanjat mereka. Saking rapatnya mereka, kamu bahkan bisa berpindah dari satu pohon ke pohon lain secara langsung atau melincak. Seperti monyet. Selain bermain di hutan, kamu juga sering pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar atau rumput untuk kambingmu. Bau rumput yang terpotong rasanya menyegarkan sekali. Mencari kopi atau melinjo yang berjatuhan di tanah. Atau bahkan buah lain seperti durian, duku, hingga kelapa. Rasanya masa itu damai sekali. Mungkin itulah mengapa aku memendam keinginan untuk menanam berbagai jenis pohon. Semata-mata untuk mengenang masa kecilku. Tanaman-tanaman yang ingin kupelihara antara lain kopi, pisang, durian, salak, alpukat, pepaya, cabai, terong, nangka, tomat, aneka sayuran, anggur, sirsak, petai, duku, singkong, dll. Melihat pepohonan tumbuh subur di pinggir jalan rasanya menyenangkan, membuat pikiran lebih segar. Ada rumpun pohon pisang di pertigaan rejasa yang sangat subur, salah satu pohonnya tengah berbuah dan ditopang dengan bambu panjang. Saat melewatinya, aku selalu melihatnya dengan perasaan senang dan dengan keinginan untuk juga memeliharanya. Ada pohon pisang dengan batang hitam di samping kandang ayam yang juga tumbuh subur. Namun, entah mengapa ketika sudah besar pohon pisang di sana selalu ditebang. Mungkin karena letaknya. Di samping pohon itu ada sebuah rumah yang letaknya lebih rendah dari pohon pisang itu sehingga jika pohon itu rubuh akan langsung menimpa rumah. Mungkin itulah alasan pohon pisang berbatang hitam itu ditebang sebelum berbuah. Aku suka sekali melihat warna hitam keunguan atau ungu kehitaman yang sedikit bercampur dengan warna biru. Warna itu sungguh memikat. Ada pula pohon pisang di pinggir jalan di tambakan yang buahnya berwarna biru toska. Pohonnya tak terlalu subur, namun di rumpun itu selalu ada salah satu pohon yang berbuah. Ada tumbuhan merambat di MIN 3 yang berbuah seperti alat kelamin pria namun sangat besar. Adem sekali duduk di bawahnya apalagi jika ada angin yang menerpa. Ada pohon durian sebelum pertigaan jambon dan bogoan. Sangat bagus cabang-cabangnya.
Jumat, 14 Februari 2025 Hari ini kamu takziah di Dawuhan. Ibu dari guru bernama Eka, yang sekaligus operator RA, meninggal dunia. Ternyata suami Bu Eka adalah murid Pak Ifin dulu kala. Di depan rumah ada pohon durian yang berbuah cukup lebat. Aku heran, mengapa orang-orang seperti terkoneksi satu dengan yang lainnya. Saat orang menyebutkan satu nama, maka akan merembet ke nama-nama lain yang sama-sama dikenal. Sungguh terlalu. Setelah takziah, kamu mampir ke rumah ibumu di Pucungsari. Nanti setelah salat Jumat, kamu akan muyen ke Sikasur. Tadi di sekolah rasanya puas saat melaksanakan pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Materi Haji dikemas dengan sedikit permainan kelompok menjadi sedikit lebih seru dan menarik perhatian siswa. Yang biasanya ngobrol dan tak mendengarkanmu tadi lumayan mendengarkanmu. Ya, lumayan.
Komentar
Posting Komentar